Laporan Wartawan Wahyu Topami BOJONG GEDE - Warga Kampung Masjid, Desa Bojonggede, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, mengeluhkan adanya sampah yang menumpuk di lingkungan tempat tinggalnya. Sampah- sampah itupun tampak menggunung di wulayah padat penduduk di perbatasan RT. 01/04 dan RT. 05/04 Kampung Masjid. Salah satu warga RT. 05/04, Pipit mengatakan, tumpukan sampah tersebut berdampak ke kehidupan warga sehari-hari. "Ini sampah sebenarnya milik RT. 01/04 kalau kita RT. 05/04 ada pembuangannya sendiri, cuman ya gitu dampaknya sampai ke RT. 05/04," ujarnya saat ditemui Minggu 11/6/2023. Selain berada di tengah-tengah pemukiman yang sangat padat penduduk, sampah- sampah itu juga menimbulkan polemik lain. Beberapa diantaranya akses jalan di samping tempat pembuangan sampah akibat tembok penahannya hampir roboh. Padahal jalan tersebut merupakan akses utama bagi warga yang akan menuju masjid dan Sekolah Dasar MI Nurul Iman. Menurutnya, tumpukan sampah yang berada tepat di samping rumahnya itu tidaklah pantas untuk dilihat maupun dijadikan tempat pembuangan sampah, terlebih lokasinya tepat di samping sekolah. Padahal, menurut Pipit sampah tersebut selalu diangkat, namun tak kunjung habis. "Gak pantes ya kelihatannya ada sekolah, kemudian dekat banget sama pemukiman penduduk, kalau ngomong diangkat si diangkat cuman gak abis-abis," ungkapnya. Pipit mengungkapkan, sampah ini merupakan limbah milik RT. 01/04. Maka dari itu, di lingkungannya tak jarang menimbulkan perdebatan antara warga RT. 05/04 dengan pihak RT. 01/04 yang notabene merupakan para warga yang membuang sampah di samping rumahnya. Baca juga Tumpukan Sampah di Bojonggede Bogor Ganggu Kegiatan Belajar Siswa, 4 Ruang Kelas Sampai Dikosongkan Perdebatan tersebut akibat dampak yang timbulkan dari tumpukan sampah itu, salah satu dampaknya yakni Banjir dan kerap kali bermunculan hewan reptil. "Kita warga RT. 05 sering debat sama RT. 01 soalnya dampak dari sampah ini rumah-rumah kita ini jadi banjir, apalagi kalau hujan udah banjir, bau bahkan banyak menyawak lama-lama bisa jadi ada ular kayaknya," katanya. Menurut keterangan Pipit tumpukan sampah tersebut menjadi semakin parah sudah sejak 2020, yang mana sebelumnya tidak separah itu. "Dulu mah nggak gini, ada jalan buat air ngalir, sekarang mah jadi gini ketutup sampa," pungkasnya.
Pakistantodaycom. TEMPO.CO, Jakarta - Polres Serang menemukan sesosok mayat wanita muda dalam karung yang dibuang di tempat pembuangan sampah di Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Sabtu 30 Juli 2022 sekitar pukul 07.00 WIB. Kasatreskrim Polres Serang Ajun Komisaris Dedi Mirza mengatakan penemuan mayat dalam karung itu tanpa
- Tahun lalu, unggahan bungkus Indomie viral di media sosial. Kemasan mi instan dengan tulisan Dirgahayu Indonesia ke-55’, yang terombang-ambing di laut sampai terdampar di bibir pantai selama 19 tahun, menjelaskan tak cuma plastik adalah jenis sampah yang sulit terurai tapi juga pencemaran laut adalah problem serius di Indonesia, penyumbang terbesar kedua sampah plastik di dunia. Betapapun ada langkah global untuk mengerem pengendalian produksi plastik, dari kesepakatan hingga kampanye dan tindakan, praktiknya masih lamban dalam tingkat nasional di Indonesia. Sampah-sampah plastik itu berakhir di pantai dan teluk setelah mengalir dari sungai-sungai di Indonesia. Dari 550 sungai di Indonesia, 82 persennya tercemar dan dalam kondisi kritis, termasuk Citarum, sungai paling kotor dan paling tercemar di dunia, yang menjelma menjadi limbah terbesar di ujung timur Jawa juga Sejarah Pengelolaan Sungai Citarum & Semrawutnya Program Pemerintah Bengawan Solo Dibiarkan Sekarat, Citarum Digelontor Ratusan Miliar World Resource Institute WRI, lembaga penelitian independen yang berfokus pada perlindungan lingkungan dan kesejahteraan manusia, menyatakan 20 sungai paling polutan berada di Asia, tingkat pencemarannya mencapai 67 persen. Sekitar 86 persen sampah plastik di lautan berasal dari sungai-sungai di lalu, imbas dari Cina menyetop sampah impor plastik dari negara-negara maju, ada sekitar ton sampah plastik impor di Indonesia yang tidak diketahui dibuang ke mana, di luar beban timbunan sampah plastik domestik sekitar 9 juta juga Dilema Sampah Plastik Antara Kepentingan Lingkungan dan Bisnis Dalih Sampah Impor demi Industri, tapi Mengapa Ada Sampah Plastik? Kali Bekasi sekarat. Teluk Jakarta dipenuhi limbah styrofoam. Teluknaga di Tangerang menjadi “pantai sampah.” Sungai Mahakam, sungai terpanjang kedua di Indonesia yang membelah Kota Samarinda, tercemar parah akibat eksploitasi lingkungan oleh industri tambang, batubara, dan kayu. Badan Pusat Statistik tahun 2019 menyebut seperempat desa di Indonesia terdampak pencemaran juga "Pantai Sampah" di Pesisir Teluknaga yang Siap Mengepung Kota Privatisasi Berlapis Ruang Kota Samarinda, Mungkinkah Dipulihkan? Hikayat Sekarat Kali Bekasi Tercemar, Bau, Hitam, dan Diabaikan Bengawan Solo Tercemar World Resource Institute menyebut Bengawan Solo termasuk satu dari empat sungai di Jawa yang turut mencemari lautan. Angkanya ton sampah per tahun. Tiga sungai lain adalah Sungai Brantas Jawa Timur dengan ton sampah per tahun, Serayu Jawa Tengah dengan ton sampah per tahun, dan Progo DI Yogyakarta dengan ton sampah per tahun. WRI menaksir setidaknya 1,15 ton sampai 2,41 juta ton limbah plastik dari sungai memenuhi lautan pada 2010setiap tahun; sekitar 74 persennya pada periode Mei hingga Oktober. Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa dengan panjang sekitar 600 km yang mengalir dari pegunungan Sewu di selatan Surakarta hingga bermuara di Laut Jawa di utara Surabaya. Setiap tahun, selalu saja ada peristiwa pencemaran di Bengawan. Baru-baru ini, warga Sragen di sebelah timur Surakarta, memportes pencemaran sungai yang berdampak pada 900-an keluarga, bikin air sumur bau dan kulit gatal-gatal. Warga mendesak Gubernur Ganjar Pranowo dari PDIP, partai pemerintah, segera bertindak tegas terhadap pelaku pencemaran dari industri tekstil karena “kerusakan Bengawan Solo sudah sangat parah.” Reportase Tirto pada awal Februari menyusuri Bengawan Solo menemukan bahwa limbah industri, limbah rumah tangga, popok dan plastik, serta limbah peternakan, dari bangkai babi dan bangkai ayam, telah mencemari sungai. Kondisi itu menurut warga setempat dibiarkan tanpa solusi. "Dulu warga mencari ikan di sini, tapi sekarang sudah enggak ada. Sekarang sudah kotor. Ikan kecil-kecil saja bisa mati karena limbah," kata Suryanto, warga Sragen yang tinggal di Desa Gawan. Menumpuk saat Musim Kemarau, Mengalir ke Laut saat Musim Hujan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo mencatat curah hujan bulanan selama 2019 berkisar pada 0 mm hingga 409 mm, tertinggi saat musim hujan antara Januari-April dan Oktober-Desember. Sebaliknya, curah hujan rendah terjadi pada musim kemarau antara Mei-September, yang menyebabkan kekeringana di beberapa titik sepanjang aliran sungai. Kekeringan terparah sepanjang tahun terjadi pada bulan Juli, di antaranya di Ngawi, Pacitan, Lamongan, dan Gresik—daerah-daerah yang dilewati Bengawan kemarau membuat debit air sungai turun. Namun volume sampah dan limbah-limbah lain tetap mengalir ke sungai dan jumlahnya konstan. SHal tersebut membuat sungai menjadi lebih tercemar dan penuh timbunan sampah. “Aliran air yang seharusnya untuk memelihara sungai itu kecil sekali [ketika kemarau], dan produk limbah itu tetap. Yang harusnya kalau airnya normal bisa mengencerkan [limbah], nah ini enggak bisa karena yang fresh water makin kecil, tapi produksi limbahnya tetap,” ujar Kepala BBWS Bengawan Solo Charisal Akdian Manu kepada Tirto pada awal Februari Hulu ke Hilir Tumpukan Sampah Plastik di Sepanjang Titik Sungai Kami mengecek kualitas air Bengawan Solo saat menyusuri dari kawasan hulu di Bendungan Gajah Mungkur, Wonogiri, hingga ke kawasan hilir di Ujungpangkah, Gresik. Di setiap 12 titik, kami mengambil sampel air untuk mengecek tingkat keasamannya pH dan total zat padat terlarut total dissolved solid/TDS[2] . Kami menggunakan pH meter digital dan TDS meter digital. Saat kami ke Bendungan Gajah Mungkur, kondisi sungai di dekat pintu air dipenuhi lumpur cokelat. Tidak terlihat ada sampah plastik, hanya tumpukan kayu dan ranting di tepi sekitar menyebut endapan lumpur itu akibat pembukaan pintu air beberapa bulan sebelumnya. Tingkat pH-nya 8,1 dan TDS 72 mg/l.[3] Kami juga mengecek Kali Pepe, daerah aliran sungai Bengawan di puat Kota Surakarta, yang kanan-kirinya dibeton. Airnya bau dan hitam. Tingkat pH tercatat 8,1 dan TDS 335 mg/ Jurug di perbatasan Surakarta-Karanganyar menjadi lokasi tumpukan sampah plastik, yang rupanya dibuat sebagai tempat pembuangan sampah oleh warga setempat. Sampah-sampah itu dibakar. Di sebelahnya, ada peternakan babi dan tempat pemotongan ayam. Pekerja di pemotongan ayam berkata limbah dari ayam potong langsung dibuang ke sungai. Tingkat pH di titik ini tercatat 7,9 dan TDS 142 mg/l. Sampah di bawah jembatan Sungai Bengawan Solo, Karanganyar Jawa Tengah. SambadaDi Jembatan Gawan, Sragen, sampah-sampah plastik juga menumpuk, dari bungkus makanan hingga kemasan detergen. Bagian bawah tiang penyangga jembatan terlihat mulai terkikis. Di lokasi ini Tim riset Ecological Observation and Wetlands Conservation Ecoton pernah mendapati lebih dari popok dibuang di bawah Jembatan Gawan. Warga di pinggir sungai berkata air sungai tak layak untuk diminum. Untuk keperluan konsumsi, warga mengandalkan PDAM setempat. Di sini tercatat tingkat pH 7,9 dan TDS 142 mg/l. Sampah plastik juga menumpuk di tepi sungai Jembatan Babat-Tuban, yang saking tebalnya tumpukan bisa jadi tempat tetengger bagi warga yang memancing ikan. Di titik ini, tingkat pH tercatat 8,0 dan TDS sebesar 152 mg/l. Sementara di lokasi pelelangan ikan Ujungpangkah, desa pesisir di Gresik, terlihat sampah-sampah plastik bertebaran di tepi sungai. Nelayan-nelayan di sini mengeluhkan berbagai sampah dari hulu Bengawan Solo memadati muara saat musim hujan. Seorang nelayan bernama Ahmad bercerita timbunan sampah pada akhir 2019 baru lenyap dari muara sungai setelah selama sepekan terbawa arus ke Laut Jawa. Di titik ini tingkat pH tercatat 8,6 dan TDS sebesar 187 mg/l. Standar Kemenkes dan WHO Kementerian Kesehatan tahun 2010 menyebut total zat padat terlarut atau TDS merupakan salah satu parameter fisik untuk mengukur kualitas air minum. Batas maksimal TDS yang dibolehkan untuk dikonsumsi 500 mg/l. Sementara batas tingkat keasaman atau pH pada angka 6,5-8,5[4] . Pemerintah Indonesia juga mengatur tentang pengelolaan dan pengendalian pencemaran air pada 2001. Ia membagi air menjadi empat kelas kelas I untuk minum; kelas II untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman; kelas III untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman; dan kelas IV untuk mengairi pertanaman. Badan Kesehatan Dunia WHO punya standar untuk TDS, yakni di bawah mg/l untuk air yang masih bisa dikonsumsi. Namun, TDS terlalu tinggi mungkin tak akan cocok bagi konsumen karena rasa air sudah terkontaminasi dengan pipa air, pemanas air, dan peralatan rumah tangga lain. Kandungan TDS terlalu rendah juga mungkin tak cocok dengan konsumen karena rasanya hambar. Berdasarkan kelas standar yang ditetapkan Kemenkes dan WHO, baik dari parameter pH maupun TDS, secara umum kualitas air di daerah aliran sungai Bengawan Solo termasuk ke dalam kelas I-III, artinya masih dalam batas yang dapat diterima. Namun, kenyataan di lapangan, kondisi air yang berwarna, berlumpur, dan berbau membuat warga enggan menggunakannya. Banyak warga sudah tidak memanfaatkan air dari Bengawan Solo untuk kebutuhan rumah tangga. Tumpukan sampah di TPS Sedayu Lawas, Lamongan, Jawa Timur di dekat bibir Sungai Bengawan Solo. Sambada==========Proyek kolaborasi ini didukung dana hibah dari Internews Earth Journalism Network EJN, organisasi nirlaba lingkungan hidup; dan Resource Watch, platform data terbuka yang memanfaatkan teknologi, data, dan jaringan manusia untuk menghadirkan transparansi. - Sosial Budaya Reporter Hanif GusmanPenulis Hanif GusmanEditor Fahri Salam
TRIBUNVIDEO.COM - Video seorang emak-emak mendadak viral di media sosial setelah aksinya membuang tumpukan sampah ke pinggiran pantai dekat rumahnya. Ibu yang saat kejadian belum diketahui namanya, terekam kamera oleh masyarakat di sekitar Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Diketahui, emak-emak itu buang sampah pada
Home Humaniora Jum'at, 17 September 2021 - 1549 WIBloading... Masalah sampah masih menjadi problematika di Indonesia. Penumpukan sampah terjadi di beberapa tempat yang tidak sesuai sehingga mengganggu warga. Foto/ANTARA A A A JAKARTA - Masalah sampah masih menjadi problematika di Indonesia. Penumpukan sampah terjadi di beberapa tempat yang tidak sesuai sehingga mengganggu warga. Tak jarang warga mengeluhkan hal ini kepada pemerintah setempat. Berikut ini adalah kasus penumpukan sampah yang mengganggu Pakualaman, YogyakartaPenumpukan sampah ini terjadi di TPS Gunungketur, Pakualaman, Yogyakarta. Penumpukan ini terjadi karena TPST Piyungan sempat ditutup oleh warga sekitar sehingga sampah tidak pernah diangkut oleh petugas. Kondisi ini kemudian menyebabkan sampah menggunung dan meluap ke jalanan. Untuk mengatasi hal ini, warga setempat tidak mengizinkan pembuangan sampah di TPS tersebut. Baca juga Greenpeace KLHK Harus Buka Roadmap Pengurangan Sampah Produsen Galon Sekali Pakai ke Publik Penumpukan sampah juga terjadi di beberapa tempat lainnya yaitu di selatan Pasar Beringharjo, Jalan Sisingamangaraja, dan di tempat lainnya. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DLH Kota Yogyakarta menyebutkan bahwa Kota Yogyakarta memang sedang melebihi kapasitas. Pihak DLH sudah berusaha mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin muncul dengan melakukan penyemprotan cairan disinfektan ke 142 TPS di Kota Tambun Selatan, BekasiSampah di aliran Kali Jambe, Mangunjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi telah menumpuk selama tiga bulan sejak Juni 2019. Sampah ini terus menumpuk padahal warga telah berusaha untuk menangani penumpukan dengan mendorong sampah. Ini diduga karena kiriman sampah dari Tempat Pembuangan Sampah Sementara TPSS di hulu kali Jambe. Warga sekitar merasa terganggu hingga meminta Pemkab Bekasi untuk mengangkut penumpukan sampah di kali tersebut. Seorang warga menyebutkan bahwa sampah ini bukan dari warga sekitar. Penumpukan ini pertama kalinya terjadi yang diduga akibat kemarau Panjang sehingga kali menjadi Teluk Lampung, LampungPenumpukan sampah di pesisir Teluk Lampung menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh Privinsi Lampung. Data Dinas Lingkungan Hidup Lampung menyebutkan bahwa sebanyak 57 ribu ton sampah masuk ke perairan Lampung setiap tahunnya. Sebanyak 19 ribu ton berada di pesisir Teluk Lampung. Penumpukan ini terjadi karena sampah yang tidak selesai di proses di darat. Kurangnya petugas dan juga tempat pembuangan akhir TPA menjadi kendala besar dalam pengelolaan sampah. Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Provinsi Lampung juga menyebutkan bahwa kemampuan petugas dalam pengelolaan sampah tidak sebanding dengan meningkatnya masyarakat di Bandar Turida, MataramTumpukan sampah di perbatasan Kelurahan Turida dan Babakan menyebabkan warga setempat meminta kantor DLH dalam waktu 24 jam untuk menyelesaikan permasalahan sampah ini. Warga mengancam akan menutup jalan. Warga geram karena hampir satu tahun permasalahan ini tidak menuai solusi. Pembuangan sampah ini tidak dilakukan oleh warga setempat melainkan oleh orang luar Kelurahan Turida. Tumpukan sampah ini telah membuat lima warga sekitar positif demam berdarah dan ada juga warga lainnya yang terkena muntaber. Mengatasi hal ini, DLH menggunakan alat berat untuk mengangkut sampah yang menumpuk Bandungan, SemarangPencemaran lingkungan terjadi akibat penumpukan sampah di kompleks Pasar Bandungan yang mencapai ratusan kuintal, Warga sekitar juga mengeluhkan bahwa pengelolaan sampah sangat buruk dan cenderung tidak terurus. Sampah sebanyak ratusan kuintal sering kali tidak terangkut. Saat turun hujan, sampah hanyut kemana mana yang sangat menggangu aktivitas dan juga mengancam Kesehatan warga. Baca Juga Warga setempat telah meminta Pemkab Semarang untuk segera melakukan penanganan terhadap tumpukan sampah ini sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Camat Bandungan mennyebutkan bahwa tumpukan sampah ini terjadi akibat terbatasnya anggaran bahan bakar minyak untuk pengangkutan sampah sehingga hanya dilakukan sebanyak dua kali dalam satu hari. kri penumpukan sampah permasalahan sampah sampah Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 1 jam yang lalu 2 jam yang lalu 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu
MenurutInformasi salah seorang para pedagang warung yang berjarak beberapa meter dengan lokasi tempat sampah tersebut. Ia menyebutkan, sampah ini dibuang bukan hanya warga sekitar saja. Namun sampah ini juga ada dari warga Blang Thuphat. "Maka bila petugas dalam seminggu saja tidak mengangkut sampah, tumpukan ini akan semakin
Sampah merupakan masalah yang cukup besar karena dampak yang dihasilkan sangat merugikan bagi manusia baik itu untuk kesehatan maupun lingkungan. Kondisi tersebut terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis dampak pembuangan sampah bagi masyarakat sekitar di tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Daerah Istimewa Yogyakarta DIY mengalami masalah yang cukup berat terkait dengan masalah pengelolaan sampah yang akan berdampak bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Setiap tahunnya, produksi sampah semakin mengalami peningkatan seperti yang terjadi di TPSA Piyungan. Sementara, lahan yang ada di TPSA Piyungan terbatas. Untuk mengurangi dampak pembuangan sampah bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPSA Piyungan, upaya yang dilakukan pemerintah setempat yaitu dengan membuat kebijakan pengelolaan sampah. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah adalah suatu kegiatan yang terstruktur, merata, dan berkelanjutan yang mencakup mengurangi dan menangani sampah. Adapun upaya pengelolaan sampah bisa dilakukan yaitu dengan cara Reuse, Reduce, dan Recycle atau yang biasa disingkat dengan 3 R. Kata Kunci Sampah, Dampak Pembuangan, Masyarakat, TPSA Piyungan, Pengelolaan Sampah. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free DAMPAK PEMBUANGAN SAMPAH BAGI MASYARAKAT DI SEKITAR TPSA PIYUNGAN STUDI KASUS PIYUNGAN BANTUL, YOGYAKARTA Dosen Pengampu Eko Priyo P, M. Res, Ditulis Oleh Chinda Dwitha Putri 20160520126 Kelas E Ekologi Pemerintahan PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019 Abstrak Sampah merupakan masalah yang cukup besar karena dampak yang dihasilkan sangat merugikan bagi manusia baik itu untuk kesehatan maupun lingkungan. Kondisi tersebut terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis dampak pembuangan sampah bagi masyarakat sekitar di tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Daerah Istimewa Yogyakarta DIY mengalami masalah yang cukup berat terkait dengan masalah pengelolaan sampah yang akan berdampak bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Setiap tahunnya, produksi sampah semakin mengalami peningkatan seperti yang terjadi di TPSA Piyungan. Sementara, lahan yang ada di TPSA Piyungan terbatas. Untuk mengurangi dampak pembuangan sampah bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPSA Piyungan, upaya yang dilakukan pemerintah setempat yaitu dengan membuat kebijakan pengelolaan sampah. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah adalah suatu kegiatan yang terstruktur, merata, dan berkelanjutan yang mencakup mengurangi dan menangani sampah. Adapun upaya pengelolaan sampah bisa dilakukan yaitu dengan cara Reuse, Reduce, dan Recycle atau yang biasa disingkat dengan 3 R. Kata Kunci Sampah, Dampak Pembuangan, Masyarakat, TPSA Piyungan, Pengelolaan Sampah. Latar Belakang Sampah merupakan masalah yang sangat serius yang sering terjadi di kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang sangat banyak. Permasalahan sampah tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi sudah mendunia. Produksi sampah yang terus mengalami peningkatan bersamaan dengan pertambahan kuantitas penduduk yang kian membludak menyebabkan tingginya angka produksi sampah. Sampah adalah konsekuensi dari adanya kegiatan manusia yang menghasilkan buangan Dwiyatmo, 2007. Sampah mempunyai berbagai macam kandungan racun seperti logam, insektisida, dan lain sebagainya sehingga sangat berbahaya bagi manusia. Dalam kehidupan manusia, tidak pernah terlepas dari masalah sosial seperti masalah sampah. Pada dasarnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di tempat pembuangan sampah akhir TPSA yaitu sampah organik yang sifatnya mudah terurai dan sampah anorganik yang sifatnya tidak bisa terurai. Sampah organik adalah sampah yang terdiri dari zat-zat organik yang bisa diuraikan seperti daun, sisa-sisa makanan dan lain sebagainya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari benda yang tidak bisa terurai seperti kertas, kaleng, plastik, logam, dan lain sebagainya. Pertumbuhan jumlah manusia yang semakin meningkat tentunya sangat mempengaruhi kuantitas sampah itu sendiri. Makin meningkatnya jumlah penduduk, maka makin meningkat pula sampah yang ada di lingkungan. Masalah sampah merupakan gejala sosial yang harus mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak baik itu dari pihak pemerintah maupun pihak masyarakat. Sampah merupakan masalah yang cukup besar karena dampak yang dihasilkan sangat merugikan bagi manusia baik itu untuk kesehatan maupun lingkungan. Kondisi tersebut terjadi di Kota Yogyarakarta tepatnya di tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Setiap tahunnya, produksi sampah di Kota Yogyakarta selalu mengalami peningkatan. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang menghasilkan sampah terbanyak. Sampah-sampah dari tempat pembuangan sementara TPS sampah nantinya akan diangkut ke tempat pembuangan akhir TPA sampah di Piyungan. Sampah yang dihasilkan dan kemudian diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir TPSA di Piyungan berasal dari Kota Yogyakarta, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Bantul. Produksi sampah yang dihasilkan tidak sebanding dengan jumlah tempat pembuangan sementara TPS sampah yang ada. Hal ini merupakan kendala yang dihadapi pemerintah setempat terkait produksi sampah yang kian meningkat sedangkan lahan untuk menampung sampah-sampah yang sangat banyak di tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan sangat terbatas. Hal ini tentunya memberikan dampak bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPSA Piyungan tersebut. Apabila sampah di TPSA Piyungan terus menumpuk dan tidak segera dikelola, maka masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan tersebut akan terkena dampak seperti mencium bau-bau yang tidak sedap yang berasal dari tempat pembuangan sampah akhir TPSA tersebut. Dampak lain yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan yaitu timbulnya berbagai macam bibit penyakit, polusi udara dan lain sebagainya. Dalam hal ini, pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sampah. Pemerintah setempat ikut serta dalam menangani permasalahan sampah yang terjadi. Pemerintah sebagai bentuk pelayanan publik, yaitu dengan membuat kebijakan dalam pengelolaan sampah. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah adalah suatu aktivitas yang terstruktur, merata, dan berkelanjutan yang mencakup mengurangi dan menangani sampah. Pengelolaan sampah ini bertujuan untuk memajukan kesehatan masyarakat dan meningkatkan mutu lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengolaan sampah diharapkan dapat mengurangi dampak pembuangan sampah di tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Dalam melakukan pengelolaan sampah, kendala yang dihadapi oleh pemerintah yaitu lahan tempat pembuangan akhir TPA yang masih sangat terbatas. Masalah lain yang dihadapi yaitu sarana dan prasarana yang masih kurang, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan mengelola sampah organik menjadi barang atau benda yang bermanfaat kembali. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Dampak Pembuangan Sampah Bagi Masyarakat di Sekitar TPSA Piyungan? Studi Terdahulu Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa studi terdahulu berupa jurnal yang akan diklasifikasikan sebagai berikut Penelitian pertama, yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Asti Mula Sari, Adi Heru Husodo, Noeng Muhadjir 2016 dengan penelitian yang berjudul ―Analisis Situasi Permasalahan Sampah Kota Yogyakarta Dan Kebijakan Penanggulangannya‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode analisis kualitatif yang dimana hasil penelitiannya yaitu permasalahan sampah di Kota Yogyakarta bagian hilir, yaitu permasalahan sampah yang kian mengalami peningkatan. Masalah yang terjadi dikarenakan adanya kekurangan terkait sumberdaya dan anggaran. Permasalahan di bagian hulu, terletak pada pihak yang mengelolah sampah akhir di TPA Piyungan dikarenakan teknologi yang diterapkan belum terlaksana dengan baik. Penyelesaian masalah sampah di Kota Yogyakarta diselesaikan dengan menerapkan kebijakan pengelolaan sampah. Penelitian kedua, yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Ambar Teguh Sulistiyani dan Yulia Wulandari 2017 dengan penelitian yang berjudul ―Proses Pemberdayaan Masyarakat Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul dalam Pembentukan Kelompok Pengelola Sampah Mandiri‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode action research yang dimana hasil penelitiannya yaitu tahapan pemberdayaan yang berhasil diterapkan kepada masyarakat di Desa Sitimulyo, dengan mengeluarkan produk pupuk organik dan organisasi KPSM Ngudi Makmur. Metode motivasi dan penyuluhan, edukasi masyarakat, konsultasi, serta pendampingan yang digunakan merupakan metode yang saling melengkapi. Metode-metode diatas sudah sinkron dengan permasalahan yang dihadapi Desa Sitimulyo. Penelitian ketiga, yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Elida F. S. Simanjorang 2014 dengan penelitian yang berjudul ―Dampak Manajemen Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat Dan Lingkungan Di TPAS Namo Bintang Deliserdang‖. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan metode pendekatan kualitatif yang dimana hasil penelitiannya adalah dampak TPAS bagi masyarakat lebih condong ke arah negatif. Hal ini dikarenakan pengaruh dari berdirinya TPAS di Namo Bintang ini menyebabkan banyaknya gangguan pada kesehatan, pendidikan, dan pendapatan masyarakat sekitar. Penelitian keempat yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Wardi 2011 dengan penelitian yang berjudul ―Pengelolaan Sampah Berbasis Sosial Budaya Upaya Mengatasi Masalah Lingkungan Di Bali‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dimana hasil penelitiannya yaitu masyarakat mengelolah sampah dengan baik menjadi bentuk kompos sehingga memberi keuntungan berupa meningkatnya pendapatan desa, menampung tenaga kerja lokal sehingga mengurangi pengangguran, dan memperoleh keuntungan sosial. Penelitian kelima yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Donna Asteria dan Heru Heruman 2015 dengan penelitian yang berjudul ―Bank Sampah Sebagai Alternatif Strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Di Tasikmalaya Bank Sampah Waste Banks As An Alternative Of Community-Based Waste Management Strategy In Tasikmalaya‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode partisipasi-emansipatoris yang dimana hasil penelitiannya yaitu munculnya bank sampah membawa adanya capacity building untuk masyarakat dengan mengusahakan terbentuknya kemandirian ,keswadayaan kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan masyarakat yang bisa keikutsertaan dalam mengelola lingkungan di komunitasnya. Penelitian keenam yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Sri Subekti 2010 dengan penelitian yang berjudul ―Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3r Berbasis Masyarakat‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dimana hasil penelitiannya yaitu perlu adanya keikutsertaan masyarakat untuk melakukan pengolahan sampah yang bisa dilakukan mulai dari rumah tangga menggunakan cara melakukan pemilihan sampah yang bersifat organik, sampah anorganik maupun sampah B3. Proses pemilihan tesebut memudahkan untuk melakukan proses pengolahan selanjutnya. Penelitian ketujuh yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Rizqi Puteri Mahyudin 2017 dengan penelitian yang berjudul ―Kajian Permasalahan Pengelolaan Sampah dan Dampak Lingkungan di TPA Tempat Pemrosesan Akhir Study of Waste Problem and Landfill Enviromental Impact‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif yang dimana hasil penelitiannya yaitu masalah utama dalam pengelolaan sampah adalah sistem yang tidak tepat sehingga sampah tidak mengalami proses pengelolaan dan pengolahan melalui TPA. Pengelolaan TPA yang bersifat terpadu merupakan keinginan semua masyarakat. Penelitian kedelapan yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Rosmidah Hasibuan 2016 dengan penelitian yang berjudul ―Analisis Dampak Limbah/Sampah Rumah Tangga Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dimana hasil penelitiannya yaitu pengaruh sampah rumah tangga yang dibuang sembarangan dapat menyebabkan menurunnya kualitas air yang akhirnya tidak bisa digunakan lagi. Pengaruh lainnya seperti pembuangan limbah atau sampah ke air laut yang akan menyebabkan terjadinya perubahan air laut sehingga kehidupan air laut terancam punah.. Penelitian kesembilan yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Setyowati Sabella 2014 dengan penelitian yang berjudul ―Risiko Gangguan Kesehatan Pada Masyarakat di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah Tanjungrejo Kabupaten Kudus‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif yang dimana hasil penelitiannya yaitu resiko kesehatan yang terganggu dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekeliling tempat pembuangan akhir TPA yang disebabkan oleh keberadaan lalat yang sangat padat di TPA tersebut. Kurangnya pemahaman masyarakat Tanjungrejo akan pentingnya menutup wadah tempat penyimpanan air, menyangkutkan pakaian, menyebar bubuk abate dan membudidayakan ikan yang memakan jentik-jentik untuk mengurangi resiko gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang banyak dirasakan oleh masyarakat di TPA sampah Tanjungrejo adalah penyakit chikungunya. Penelitian kesepuluh yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Iswanto, Sudarmadji, Endang Tri Wahyuni, dan Adi Heru Sutomo 2016 dengan penelitian yang berjudul ―Timbulan Sampah B3 Rumahtangga dan Potensi Dampak Kesehatan Lingkungan di Kabupaten Sleman, Yogyakarta Generation of Household Hazardous Solid Waste and Potential Impacts on Environmental Health in Sleman Regency, Yogyakarta‖. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif yang dimana hasil penelitiannya yaitu pada tahun 2013 tumpukan sampah SB3-RT yang ada di Kabupaten Sleman berjumlah 2,81 ton/hari atau 2,44 g/orang/hari, angka tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata tumpukan sampah yang ada di Padang, tetapi lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata timbulan SB3-RT di dunia 1%. SB3-RT yang dihasilkan Kabupaten Sleman mempunyai semua karakteristik sebagai limbah B3 yaitu mudah meledak, mudah menyala, korosif, infeksius, rekatif dan beracun. Hal ini bisa menyebabkan keracunan akut, kelainan dan kerusakan organ tubuh; gangguan pada sistem tubuh, dan lain-lain. Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan sampah selalu mengalami peningkatan hal ini bersamaan dengan pertambahan kuantitas penduduk yang kian mengalami peningkatan. permasalahan sampah merupakan masalah yang serius karena akan berdampak pada gangguan kesehatan manusia, pencemaran lingkungan dan polusi udara. Untuk itu pemerintah membuat suatu kebijakan untuk mengurangi permasalahan sampah yang terjadi dengan menetapkan kebijakan pengelolaan sampah. pengelolaan sampah diharapkan mampu mengatasi masalah sampah khususnya permasalahan sampah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kerangka Teori Sampah Berdasarkan dengan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 184/KPTS/1990 tentang pengesahan 18 konsep SNI bidang PU, pengertian sampah adalah sebagai berikut a. Sampah adalah limbah yang berasal dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang bersifat organik dan bersifat anorganik yang sudah tidak digunakan atau tidak terpakai lagi. b. Sampah kota adalah sampah yang muncul di wilayah perkotaan bukan dimaksudkan sebagai sampah yang rawan bahaya dan mempunyai racun. Masyarakat Orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Soermardjan, 2006. Metodologi Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengungkapkan fakta, kejadian, ataupun fenomena dan cenderung menggunakan analisis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung melalui sumber pertama yang berasal dari masyarat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung tetapi melalui sumber kedua seperti melalui jurnal, buku, artikel, Undang-Undang, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Unit analisa dalam penelitian ini adalah tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Penelitian ini dilakukan di lingkungan TPSA Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Hasil & Pembahasan Berbicara soal sampah memang tidak akan pernah ada habisnya. Sampah setiap harinya semakin bertambah banyak, hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang semakin meningkat namun keberadaan ruang lingkup hidup manusia tetap, objek buangan ini dikenal dengan sebutan sampah Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, 2009275. Menurut WHO World Health Organization, sampah merupakan suatu barang atau benda yang berasal dari aktivitas manusia yang sudah tidak digunakan, tidak terpakai, dan dibuang oleh manusia. Sampah pada dasarnya adalah suatu objek yang tidak terpakai dan terbuang dari hasil aktivitas yang dilakukan manusia ataupun proses alam yang tidak memiliki nilai ekonomi,bahkan dapat menimbulkan nilai ekonomi yang negatif. Hal ini dikarenakan perlu biaya yang cukup besar dalam melakukan penanganan sampah tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa terlepas dari masalah sampah. Produksi sampah setiap tahun tentunya semakin mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Jumlah ataupun volume sampah seimbang dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang atau material yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan yang sering terjadi dalam melakukan penangangan sampah yaitu adanya ketidakseimbangan antara produksi dengan kemampuan dalam hal pengelolaan, volume sampah yang terus mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, transformasi taraf hidup dan gairah aktivitas masyarakat. Permasalahan lingkungan mengenai sampah juga dialami oleh Daerah Istimewa Yogyakarta DIY. Daerah Istimewa Yogyakarta DIY mengalami masalah yang cukup berat terkait dengan masalah pengelolaan sampah yang akan berdampak bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Setiap tahunnya, produksi sampah semakin mengalami peningkatan seperti yang terjadi di TPSA Piyungan. Tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan adalah tempat pembuangan sampah akhir yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampah yang diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan berasal dari Kota Yogyakarta, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Bantul. Sampah yang dihasilkan pun bermacam-macam, mulai dari sampah yang bersifat organik sampah yang mudah terurai dan sampah yang bersifat anorganik tidak bisa terurai. Tidak hanya itu, sampah lainnya seperti sampah rumah tangga ditambah dengan akumulasi sampah yang ada di pusat-pusat pelayanan publik dan pariwisata, yang belum dipilah dan belum diolah. Pada tahun 2013, konsumsi rumah tangga di DIY memiliki pertumbuhan dengan jumlah 1,39%, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2014 dengan jumlah 0,92% Hadi, 2014, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 sebesar 5,40% kemudian mengalami penurunan menjadi 5,18% pada tahun 2014 BPS, 2015. Akan tetapi, meskipun mengalami penurunan tingkat konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi DIY, produksi sampah di DIY semakin meningkat drastis pada tahun 2015. Tingkat produksi sampah ini disebabkan karena adanya peningkatan daya tarik DIY sebagai kota tujuan untuk wisata kedua setelah Bali. Tidak hanya itu, penyebab lainnya yaitu DIY sebagai kota pelajar yang akhirnya mengundang pelajar dan mahasiswa untuk menempuh pendidikan lanjut di DIY. Setiap harinya, wisatawan yang berkunjung ke DIY ialah orang per hari, bahkan bisa lebih dari itu saat hari libur Yulianingsih, 2012. Pertumbuhan mahasiswa juga setiap tahunya meningkat. Pada tahun 2011–2012, dari sampel perguruan tinggi DIY UGM, UNY, UMY, UAD, dan UII adalah dari orang menjadi Bisnis Com, 12 Juli 2016, sehingga DIY berisiko terjadi pertumbuhan sampah seperti tersaji pada grafik berikut Kartamantul, 2013. Grafik Jumlah Sampah per-tahun di DIY Tahun 2004-2008 Pada tahun 2004—2008 Kota Yogyakarta merupakan penghasil sampah terbesar, kendati pada tahun 2007—2008 mengalami penurunan. Kabupaten Sleman menempati posisi kedua, dengan selisih volume sampah sangat besar jika dibandingkan dengan Kota Yogyakarta. Kabupaten Bantul, sebagai tuan rumah tempat pembuangan sampah akhir TPSA, justru menempati posisi terendah, bahkan tahun 2008 mengalami penurunan. Berikut data volume sampah di TPSA Piyungan Grafik Volume Sampah di TPSA Piyungan Tahun 2008-2013 Volume terendah yaitu di tahun 2009, sedangkan volume tertinggi yaitu di tahun 2012. Gejala fluktuasi volume sampah memperlihatkan adanya perubahan pada perilaku masyarakat, sehingga secara internal dapat mengatur volume sampah. tetapi, pada kenyataannya kemandirian dalam pengelolaan sampah belum menjadi gerakan masif, sehingga belum berdampak pada penurunan volume secara relevan. Bahkan, akhir-akhir ini volume sampah mengalami peningkatan kembali, yakni pada tahun 2015 melonjak sampai 450 ton per hari Maharani, 2015, sehingga mencapai kurang lebih ton/tahun. Gambar 1. Jumlah Timbulan Sampah di Kota Yogyakarta yang Dibuang ke TPSA Piyungan Tahun 2014 Sumber Pertumbuhan jumlah penduduk di DIY yang semakin membludak dan percepatan pertumbuhan industri yang semakin berkembang pesat tentunya bisa berdampak pada kuantitas sampah yang dihasilkan seperti limbah plastik, kertas, serta produk yang memiliki kandungan B 3 Bahan Beracun Berbahaya. Kuantitas dan macam-macam sampah, bergantung dari tren kehidupan dan jenis barang yang digunakan. Makin tinggi perekonomian dalam rumah tangga maka makin beragam kuantitas sampah yang dihasilkan. Masalah lainnya yaitu masih ditemui tumpukan-tumpukan sampah di sungai yang dapat menimbulkan pengaruh negatif bagi lingkungan yang bisa menyebabkan kesehatan manusia terganggu khususnya bagi masyarakat yang menetap di sekeliling tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Gambar Kondisi di TPSA Piyungan Sumber foto  Dampak pembuangan sampah bagi masyarakat di sekitar TPSA Piyungan Ada dua dampak pembuangan sampah bagi masyarakat di sekitar TPSA Piyungan yaitu dampak positif dan dampak negatif. 1. Dampak positif - Sampah bermanfaat untuk menimbun lahan seperti rawa-rawa dan dataran rendah. - Sampah bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Seperti sampah daun kering yang bisa dijadikan sebagai pupuk kompos. - Sampah bisa dimanfaatkan untuk memberi pakan ternak. Akan tetapi harus melalui proses pengelolaan terlebih dahulu. 2. Dampak negatif a. Pengaruh terhadap kesehatan, sampah sebagai tempat berkembangnya bibit-bibit penyakit. Penyakit yang sering menyerang manusia akibat adanya penumpukan sampah yaitu penyakit demam berdarah yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypty yang berkembangbiak di lingkungan TPSA Piyungan, penyakit sesak nafas, penyakit saluran pencernaan seperti diare dan typus, dapat menyebabkan sakit kulit yang disebabkan melalui kontak langsung maupun melalui udara, dan lain-lainnya. b. Pengaruh terhadap lingkungan, keadaan lingkungan sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan menjadi tidak sedap dilihat . hal ini dikarenakan banyak sampah yang berserakanb bahkan sudah menumpuk menjadi bukit. - Aktivitas pembusukan sampah yang dilakukan bakteri bisa menciptakan gas-gas tertentu yang bisa mendatangkan bau busuk. - Proses membakar sampah yang dilakukan di tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan bisa menyebabkan udara menjadi tercemar dan dapat menimbulkan terjadinya kebakaran yang lebih luas. - Ketika waktu hujan tiba, sampah yang menggunung bisa menimbulkan bencana banjir. - Air yang ada di sekitar tempat tersebut menjadi tercemar. - Tanah menjadi tercemar akibat adanya kandungan beracun yang berasal dari sampah tersebut. - Menurunnya tingkat kesuburan tanah. c. Pengaruh terhadap sosial dan ekonomi budaya masyarakat - Keadaan lingkungan yang tidak sedap dipandang mata akan menurunkan minat wisatawan untuk datang berkunjung ke daerah Piyungan. - Resiko mengalami penyakit tinggi sehingga banyak masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan tidak bekerja dikarenakan sakit. - Kualitas sumber daya alam menurun sehingga kualitas produksi juga ikut menurun. - Kegiatan untuk memperbaiki keadaan lingkungan yang mengalami kerusakan akan membutuhkan anggaran yang besar .  Upaya pemerintah dalam mengurangi dampak pembuangan sampah bagi masyarakat di sekitar TPSA Piyungan Untuk mengurangi dampak pembuangan sampah bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPSA Piyungan, pemerintah setempat memiliki upaya diantaranya dengan melakukan pengelolaan sampah. Di dalam ketentuan UU tentang Pengelolaan Sampah menyatakan bahwa sampah adalah sisa aktivitas sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Dengan adanya UU No. 18 /2008 tentang Pengelolaan Sampah maka perlu suatu pengelolaan sampah dengan maksimal. Adapun upaya pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan melalui bank sampah. Bank sampah merupakan pendekatan penerapan Reuse, Reduce,dan Recycle 3 R adalah kegiatan memperlakukan sampah dengan cara, menggunakan kembali, mengurangi dan mendaur ulang. 1. Reuse menggunakan kembali yaitu menggunakan kembali sampah yang masih layak digunakan. 2. Reduce mengurangi yaitu mengurangi segala bentuk yang bisa mengakibatkan munculnya sampah. 3. Recycle mendaur ulang yaitu memakai kembali sampah setelah melalui proses pengolahan yang baik. Pemerintah Kota Yogyakarta selalu menggerakkan masyarakat untuk mengolah sampah dengan bijak dan memberikan sosialisasi dan edukasi untuk masyarakat Yogyakarta khususnya masyarakat yang menetap di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Usaha lain yang dilakukan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPSA Piyungan yaitu dengan melakukan pengelolaan berbasis wilayah supaya pengelolaan sampah terhenti di wilayah. Kesimpulan Sampah merupakan masalah yang sangat serius yang sering terjadi di kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang sangat banyak. Produksi sampah yang kian mengalami peningkatan bersamaan dengan pertambahan kuantitas penduduk yang kian membludak menyebabkan tingginya angka produksi sampah. Menurut WHO World Health Organization, sampah merupakan suatu barang atau benda yang berasal dari aktivitas manusia yang sudah tidak digunakan, tidak terpakai, dan dibuang oleh manusia. Daerah Istimewa Yogyakarta DIY mengalami masalah yang cukup berat terkait dengan masalah pengelolaan sampah yang akan berdampak bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Setiap tahunnya, produksi sampah semakin mengalami peningkatan seperti yang terjadi di TPSA Piyungan. Pada tahun 2013, konsumsi rumah tangga di DIY memiliki pertumbuhan dengan jumlah 1,39%, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2014 dengan jumlah 0,92% Hadi, 2014, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 sebesar 5,40% kemudian mengalami penurunan menjadi 5,18% pada tahun 2014 BPS, 2015. Akan tetapi, meskipun mengalami penurunan tingkat konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi DIY, produksi sampah di DIY semakin meningkat drastis pada tahun 2015. Tingkat produksi sampah ini disebabkan karena adanya peningkatan daya tarik DIY sebagai kota tujuan untuk wisata kedua setelah Bali. Tidak hanya itu, penyebab lainnya yaitu DIY sebagai kota pelajar yang akhirnya mengundang pelajar dan mahasiswa untuk menempuh pendidikan lanjut di DIY. Dampak positif - Sampah bermanfaat untuk menimbun lahan - Sampah bisa dimanfaatkan sebagai pupuk - Sampah bisa dimanfaatkan untuk memberi pakan ternak Dampak negatif - Gangguan kesehatan - Pencemaran lingkungan - Kualitas sumber daya alam menurun sehingga kualitas produksi juga ikut menurun Untuk mengurangi dampak pembuangan sampah bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPSA Piyungan, upaya yang dilakukan pemerintah setempat yaitu dengan membuat kebijakan pengelolaan sampah. Berikut usaha pengelolaan sampah yang bisa dilakukan yaitu dengan cara Reuse, Reduce, dan Recycle atau biasa disingkat 3 R. 3 R adalah aktivitas memberlakukan sampah dengan cara, memanfaatkan atau menggunakan kembali, mengurangi memakai barang yang bisa menjadi sampah dan mendaur ulang atau mengolah kembali. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah adalah suatu kegiatan yang terstruktur, merata, dan berkelanjutan yang mencakup mengurangi dan menangani sampah. Pengelolaan sampah ini bertujuan untuk memajukan kesehatan masyarakat, meningkatkan mutu lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya, serta mengurangi dampak pembuangan sampah bagi masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan TPSA Piyungan. Pemerintah Kota Yogyakarta selalu menggerakkan masyarakat untuk mengolah sampah dengan bijak dan memberikan sosialisasi dan edukasi untuk masyarakat Yogyakarta khususnya masyarakat yang menetap di sekitar tempat pembuangan sampah akhir TPSA Piyungan. Usaha lain yang dilakukan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPSA Piyungan yaitu dengan melakukan pengelolaan berbasis wilayah supaya pengelolaan sampah terhenti di wilayah. Daftar Pustaka Jurnal Mulasari, S. A., Husodo, A. H., & Muhadjir, N. 2016. Analisis situasi permasalahan sampah kota Yogyakarta dan kebijakan penanggulangannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 112, 259-269. Sulistyani, A. T., & Wulandari, Y. 2017. Proses Pemberdayaan Masyarakat Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Dalam Pembentukan Kelompok Pengelola Sampah Mandiri KPSM. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Indonesian Journal of Community Engagement, 22, 146-162. Simanjorang, E. F. S. 2014. Dampak Manajemen Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat Dan Lingkungan Di Tpas Namo Bintang Deliserdang. ECOBISMA Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, 12, 34-47. Wardi, I. N. 2011. Pengelolaan sampah berbasis sosial budaya Upaya mengatasi masalah lingkungan di Bali. Bumi Lestari Journal of Environment, 111, 167-177. Asteria, D., & Heruman, H. 2016. Bank Sampah Sebagai Alternatif Strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Di Tasikmalaya Bank Sampah Waste Banks as an Alternative of Community-based Waste Management Strategy in Tasikmalaya. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 231, 136-141. Subekti, S. 2010. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3R Berbasis Masyarakat. Prosiding SNST Fakultas Teknik, 11. Mahyudin, R. P. 2017. Kajian Permasalahan Pengelolaan Sampah dan Dampak Lingkungan di TPA Tempat Pemrosesan Akhir. Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 31. Hasibuan, R. 2016. Analisis Dampak Limbah/Sampah Rumah Tangga Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup. Jurnal Ilmiah Advokasi, 41, 42-52. Sabella, S. 2014. Risiko Gangguan Kesehatan Pada Masyarakat di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah Tanjungrejo Kabupaten Kudus Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG. Iswanto, I., Sudarmadji, S., Wahyuni, E. T., & Sutomo, A. H. 2016. Timbulan Sampah B3 Rumahtangga Dan Potensi Dampak Kesehatan Lingkungan Di Kabupaten Sleman, YOGYAKARTA Generation of Household Hazardous Solid Waste and Potential Impacts on Environmental Health in Sleman Regency, YOGYAKARTA. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 232, 179-188. Website ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Teguh SulistyaniYulia WulandariWaste management generally is the responsibility of local government.“Kartamantul” cooperation of waste management in Yogyakarta, Sleman and Bantul, waste disposal is concentrated in TPSA waste dump Piyungan, particularly in Sitimulyo Village. The volume of the waste is increased which leads to the limitation of TPSA capacity. Recently, government has been experiencing difficulty to provide waste dump facility. In this critical period, the participation of college institution to deliver its sollution and devotion is highly required. Universitas Gadjah Mada, as one of college institutions that concerns to problem raised in environment, has carried out society empowerment. Through action research methodology and data collection technique of direct participative observation, interview, documentation, and focus group discussion can arrange action plan. UGM team along with the society continuously performs experiments until KPSM has professional to produce both solid and liquid organik fertilizer. The intensity of education, consultation, and mentoring has resulted in KPSM capacity enhancement. Pioneering program in environment and household waste management is the opening to the development of “Sitimulyo” organik fertilizer. Besides organik fertilizer produced with organik waste is used by local community, it also has been sold to Sampah rumahtangga yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun B3 seperti baterai, lampu listrik, elektronik, kemasan pestisida, pemutih pakaian, pembersih lantai, cat, kaleng bertekanan aerosol, sisa obat-obatan, termometer dan jarum suntik berpotensi mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Meskipun kuantitas sampah B3 rumahtangga SB3-RT di Kabupaten Sleman hanya 2,44 g/orang/hari atau sekitar 0,488% dari sampah domestik, tetapi karena memiliki karakteristik mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, beracun, infeksius dan/atau korosif maka sangat membahayakan bagi kesehatan dan lingkungan air, tanah, udara. Sampai saat ini, SB3-RT di Kabupaten Sleman masih ditangani seperti layaknya sampah domestik, yaitu dibakar, dibuang ke sungai, ditimbun di pekarangan, dibuang ke tempat pembuangan sampah ilegal atau dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir TPA Piyungan. Jenis SB3-RT yang banyak ditemukan adalah sampah elektronik 24,91%, lampu listrik bekas 18,08% dan baterai bekas 16,71%. Ketiga jenis sampah tersebut mengandung berbagai unsur logam berat seperti Cd, Pb, Hg, Cr, As, Ni, Co, Zn, Cu, Al, Mn, Li, Sb dan Fe yang umumnya bersifat toksik, karsinogenik dan akumulatif yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia secara langsung atau melalui rantai makanan. Pemaparan bahan berbahaya beracun B3 dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai jaringan/organ tubuh pada masyarakat sekitar tempat pembuangan, petugas sampah, pemulung, pengepul, pemanfaat dan pelaku daur ulang SB3-RT. Oleh karena itu SB3-RT perlu dikelola sebagaimana mestinya sesuai dengan sifat dan karakteristiknya. ABSTRACT Household solid waste containing hazardous and toxic materials such as batteries, electric light, electronics, pesticides, bleach, cleaner, paint, pressurized cans aerosol, unused medicines, thermometers and syringes can threaten human and environment. Although the quantity of Household Hazardous Solid Waste HHSW in Sleman Regency only g/person/day or approximately of domestic waste, but because it has the characteristics of explosive, flammable, reactive, toxic, infectious and/or corrosive then potentially cause health and environmental issues water, soil, air seriously. Until now, HHSW in Sleman still handled like domestic waste, which is burned, dumped into the river, dumped in the yard, disposed into illegal dumping or dumped into the final disposal site TPA Piyungan. Types of HHSW most common are electronic waste electric lamps former and used batteries Those HHSW contain a variety of heavy metals such as Cd, Pb, Hg, Cr, As, Ni, Co, Zn, Cu, Al, Mn, Li, Sb and Fe, which are generally toxic, carcinogenic and bioaccumulative that can be entered into the human body directly or through the food chain. Exposure to harmful and toxic materials can cause damage to various tissues/organs of the communities around the dumping, garbage worker, scavengers, collectors, users and recycler of HHSW. Therefore HHSW in Sleman Regency needs to be managed properly in accordance with the nature and characteristics. Donna AsteriaHeru HerumanABSTRAK Perubahan paradigma masyarakat mengenai sampah perlu dilakukan secara berkelanjutan. Edukasi kesadaraan dan keterampilan warga untuk pengelolaan sampah dengan penerapan prinsip reduce, reuse, recycle dan replant 4R penting dalam penyelesaian masalah sampah melalui pengelolaan sampah sejak dari sumbernya. Bank sampah yang berbasiskan partisipasi warga perempuan merupakan modal sosial dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Bank sampah yang diintegrasikan dengan prinsip 4R dilaksanakan di Kampung Karangresik, Tasikmalaya, Indonesia. Kegiatan bank sampah merupakan konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah serta memiliki manajemen layaknya perbankan tapi yang ditabung bukan uang melainkan sampah. Pemberdayaan warga melalui kegiatan penyuluhan, edukasi, pelatihan dengan metode partisipasi emansipatoris interaksi dan komunikasi, serta dialog dengan warga di komunitas. Selain itu diperlukan dukungan kemitraan dengan membangun jejaring dan mekanisme kerja sama kelembagaan antara warga pengelola bank sampah dengan stakeholder terkait. Bank Sampah Pucuk Resik BSPR di Kampung Karangresik ini telah memberikan manfaat kepada warga, terutama manfaat langsung dengan berkurangnya timbulan sampah di komunitas, lingkungan menjadi lebih bersih dan asri, serta kemandirian warga secara ekonomi. Selain manfaat secara ekonomi, dimana dari tabungan sampah memperoleh uang untuk membayar listrik dan membeli sembako, juga terwujudnya kesehatan lingkungan, dengan kondisi komunitas yang lebih bersih, hijau, nyaman, dan sehat. Pengelolaan sampah terintegrasi dapat menstimulasi kreativitas dan inovasi dari masyarakat sehingga meningkatkan kesejahteraan warga. ABSTRACT Change of paradigm in community about the waste needs to be done with sustainable action. Education of awareness and skills of citizen for waste management with the application of the principle of reduce, reuse, recycle and replant 4R is important in solving the waste problem through waste management from the source. Bank sampah the waste bank with participation of women in community are the social capital of community-based waste management. Bank sampah integrated with 4R principles implemented in at Kampung Karangresik, Tasikmalaya, Indonesia. Activity of bank sampah is the concept of dry waste collection and sorting as well as having appropriate management of banking, not the money saved, but trash. Empowerment of citizens through counseling, education, training with the method of participation-emancipatory interaction and communication, as well as dialogue with the citizens in the community. Besides of that, the necessary of partnerships, networking and institutional cooperation mechanism between the citizens of the waste bank managers with local stakeholders. Bank Sampah Pucuk Resik BSPR in Kampung Karangresik provides benefits to citizens, especially the direct benefits with reduced waste generation in the community, the environment becomes more clean and beautiful, as well as the economic independence of citizens. In addition to economic benefits from saving litter, citizens earned money to pay for electricity and buy groceries, as well as the realization of environmental health with the condition of environment that is more clean, green, comfortable, and healthy. Integrated waste management can stimulate creativity and innovation so as to improve the welfare of the community. Surahma Asti MulasariAdi Heru HusodoNoeng MuhadjirKontak langsung dengan sampah dapat berisiko mengalami gangguan kesehatan. Volu-me sampah dipengaruhi oleh jumlah penduduk, aktivitas, dan gaya hidup. Pemerintah daerah memberlakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi permasalahan sampah sebagai bentuk tanggung jawab pelayanan publik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan sampah dan upaya penanganan di Kota Yogyakarta. Metode penelitian adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Informan merupakan stakeholder pengelolaan sampah di Yogyakarta. Data diolah dan disajikan dengan metode explanation building. Sampah di TPA Piyungan tertinggi pada Maret 2014 dan terendah pada Juli 2014. Kota Yogyakarta penyumbang sampah terbanyak di TPA Piyungan, kemudian Kabupaten Sleman dan Bantul. Volume sampah tertinggi pada 2012 dan terus menurun sampai tahun 2014. Semua permasalahan ada dari sisi hilir masyarakat, proses pengelola sampah dan hulu TPA. Setelah semua diidentifikasi, dibuat suatu kebijakan pengelolaan sampah secara optimal dengan melibatkan semua lintas sektoral dan program-program pemberdayaan oleh stakeholder contact with the waste can be increasing health problems risk. The volume of waste is affected by population, population activities, and lifestyle. Government enforces many policy in order to address the waste problems. The purpose of this study was to find out the waste problem in the Yogyakarta Municipality and to know the strategy to handling it. Qualiative study was applied in this research. The informant was a delegation of stakeholder regarding waste management, with purposive sampling. Analysis data were performed by using explanantion building using content analysis. The highest number of waste was produced on March 2014 and the lowest on July 2014.. In Yogyakarta municipality, TPA Piyungan gave biggest waste contribution. . The peak of waste volume was in 2012 and tend to decrease until 2014. All the waste problems started from the downstream community , process government who manage waste and upstream TPA. All problem were identified and government made a policy about manage waste that involved all sectoral empowering program by stakeholder on waste Puteri MahyudinArtikel ini bertujuan untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi pada rantai panjang pengelolaan sampah. Dari hasil kajian pustaka dapat dirangkum dua permasalahan penting pengelolaan sampah dan TPA yaitu sampah yang tidak mengalami proses pengolahan dan pengelolaan TPA dengan sistem yang tidak tepat masih berfokus pada lahan urug. Sedangkan TPA sebagai ujung rantai pengelolaan sampah menerima beban sampah yang sangat besar sehingga menimbulkan banyak dampak negatif. Air lindi yang dihasilkan oleh TPA sulit untuk dikendalikan agar tidak mencemari lingkungan walaupun membuat proteksi kuat pada TPA. Direkomendasikan untuk meningkatkan daur ulang sampah dari rumah tangga sampai ke TPA diantaranya dengan sistem pengelolaan sampah yang berbasis inisiatif komunitas lokal dan tidak hanya mengandalkan TPA dengan sistem lahan urug. Pengelolaan sampah yang fokus pada pengolahan dan pengurangan pencemaran serta melibatkan masyarakat atau berbasis komunitas memiliki dampak positif yang besar. Dapat disimpulkan bahwa penyelesaian permasalahan sampah yang tidak komprehensif dari hulu ke hilir dan tidak melibatkan semua pihak menjadi hambatan utama berjalannya pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Kata kunci dampak lingkungan, permasalahan sampah, pengelolaan sampah berkelanjutan, Tempat Pemrosesan Akhir. This article aimed to explain the problems in a long chain of waste management. From the results of a literature review can be summarized two key issues of waste management and landfill namely untreated waste and improper system of landfill management still focusing on landfilling system. While the landfill as the last chain of waste management receives a huge load of waste, causing many negative effects. Leachate generated by the landfill is difficult to be controlled although it has strong protection at the landfill. It recommended to increase the recycling of household waste to landfill such as the waste management system based on local community initiatives and not just rely on landfilling systems. Waste management focusing on the processing and the reduction of pollution and engaging the community or community based have major positive impact. It can be concluded that solving waste problems that not comprehensive from upstream to downstream and not involving all part of the waste system is the main obstacle in sustainable waste management. Keywords enviromental impact, landfill, waste problems, sustainable waste management. Elida SimanjorangTujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi dan data-data tentang berdirinya Tempat Pembuangan Akhir Sampah TPAS Namo Bintang di Kabupaten Deliserdang, serta dampaknya kepada masyarakat dan lingkungan sesudah berdirinya TPAS tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanya jawab kepada Responden dan Informan. Responden dalam penelitian ini adalah petani, pemulung, dan petani sekaligus pemulung yang berjumlah 10 orang. Sedangkan Informan yang ditentukan dalam penelitian ini adalah kepala lingkungan dan seseorang yang sudah lama tinggal di situ. Jumlah informan ada sebanyak dua 2 orang. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari manajemen pengelolaan TPAS terhadap masyarakat dan lingkungan cenderung ke arah yang lebih negatif. Hal ini antara lain karena dampak berdirinya TPAS di Namo Bintang ini menimbulkan gangguan pada kesehatan, pendidikan, dan pendapatan masyarakat sekitar. Dengan pendapatan yang rendah, masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan mereka sehari-hari. Pendapatan yang rendah juga menyebabkan peluang yang sangat kecil untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan lingkungan yang tidak sehat akan berdampak pada kesehatan masyarakat. Selain dari pada itu, lingkungan yang sehat juga sangat diperlukan bagi pendidikan anak, sebab anak yang kurang sehat akan terganggu proses belajarnya. Bila banyak hal ini terus dibiarkan, maka akan dapat menimbulkan masalah sosial yang baru lagi. Sedangkan saran yang dapat diberikan antara lain ialah agar pemerintah setempat lebih memperhatikan masyarakat yang ada di sekitar TPAS khususnya di desa Namo Bintang terutama menyangkut kesehatan. Selain itu pemerintah juga harus lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat desa Namo Bintang dan penduduk yang ada di sekitarnya terutama dalam pengadaan sarana umum seperti air bersih dan NyomanWardi StafPeneliti LingkunganDenpasar -BaliPengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah Kementerian LH, 2008. Dalam ketentuan UU tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Berdasarkan atas zat pembentuknya biologis dan kimia, sampah dibedakan menjadi sampah organik sampah basah dan sampah anorganik sampah kering. Sampah basah juga disebut sampah yang mudah membusuk garbage karena aktivitas mikroorganisme, seperti daun, batang dan ranting pohon, sisa sayur mayur, buah-buahan, kayu bekas bangunan, bangkai binatang, dsb. Sampah kering juga disebut sampah yang sulit membusuk refuse Abstract The study was conducted in 2008 in Gianyar, Badung and Denpasar. The goal was to inventory and describing the residential waste management system conducted by the Balinese, and to identify the various problems faced in community-based waste management. To achieve these objectives was done by gathering data through observation, interview and literature study. The collected data were analyzed by descriptive qualitative. The results showed that some of the constraints faced by village institution in waste management, namely 1 low level of public awareness, 2 the difficulty of getting land for a depot for waste management; 3 the condition of garbage in front of the house TPS are not disaggregated organic and inorganic waste mixed, 4 waste transportation time is not correct 5 lack thrasher; 6 marketing of compost that is not smooth and very limited; 8 waste processing workers' health problems, and 9 the limited presence of operational funding for waste management. Socio-cultural-based waste management can be done to actualize and enhance the role of traditional institutions traditional village/ banjar as its support the vision and mission of Tri Hita Karana; change the paradigm of the Balinese culture cultural engineering in waste management; actualization of cultural values and the sanctity of the environment resource of vital nature and area / sanctuary, reviving the tradition of mutual help to clean of the environment, promoting efforts to 3 R reduce, reuse and recycle waste of rural community residents; enhance the active role of housewives PKK in waste management, implementation of household and environmental management rules waste effectively through the mechanism of reward and punishment in the form of customary rules awig-awig.Analisis Dampak Limbah/Sampah Rumah Tangga Terhadap Pencemaran Lingkungan HidupR HasibuanHasibuan, R. 2016. Analisis Dampak Limbah/Sampah Rumah Tangga Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup. Jurnal Ilmiah Advokasi, 41, Gangguan Kesehatan Pada Masyarakat di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah Tanjungrejo Kabupaten Kudus Doctoral dissertationS SabellaSabella, S. 2014. Risiko Gangguan Kesehatan Pada Masyarakat di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah Tanjungrejo Kabupaten Kudus Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.
Tumpukansampah di lokasi tempat akhir pembuangan sampah (TPA) sekitar Butus, Desa Buana Giri, Kecamatan Bebandem, Karangasem meningkat. Volume sampah Tumpukan sampah di lokasi tempat akhir pembuangan sampah (TPA) sekitar Butus, Desa Buana Giri, Kecamatan Bebandem, Karangasem meningkat. Volume sampah Jump to. Sections of this page
Selama ini, masyarakat seringkali beranggapan bahwa TPA adalah Tempat Pembuangan Akhir bagi sampah yang mereka hasilkan. Padahal, menurut UU No 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, TPA merupakan Tempat Pemrosesan Akhir bukan tempat pembuangan akhir. Begitu juga dengan TPS. Umumnya TPS sering diartikan sebagai tempat pembuangan sampah padahal peran sebenarnya adalah Tempat Penampungan Sementara. Fungsinya sebagai tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengelolaan, atau tempat pengolahan sampah terpadu. Ilustrasi TPA – Sumber vchal/Gettyimages Penting bagi masyarakat untuk dapat mengenal dan mengetahui fungsi dari setiap fasilitas pengelolaan sampah yang tersedia. Sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman dan masyarakat dapat lebih bijak menyortir sampah yang dihasilkan. Contents1 Apa Saja Fungsi Dari TPA? TPA Bantar Gebang – TPA Cipayung – TPA Rawa Kucing – TPA Galuga – TPA Burangkeng – Bekasi Apa Saja Fungsi Dari TPA? Pada prinsipnya, sebelum sampah berakhir di TPA, sampah harus lebih dulu dipilah secara maksimal sesuai dengan jenis materinya. Sehingga nantinya akan memudahkan untuk proses daur ulang. Sampah anorganik plastik misalnya, masyarakat dapat memilah sesuai dengan jenis plastik. Lalu, sampah tersebut dapat dikirim kepada pengelola sampah seperti bank sampah atau pun pengelola sampah lainnya. Sedangkan sampah jenis organik dapat dikomposkan yang nantinya akan bermanfaat menjadi pupuk kompos. Dengan langkah awal yang dilakukan masyarakat, setidaknya di rumah masing-masing, jumlah sampah yang dibawa ke TPS dan TPA akan berkurang maksimal serta tidak terjadi adanya penumpukan sampah di tempat pembuangan sampah liar yang dapat menimbulkan pencemaran bagi masyarakat Fitness silhouettes buy trenbolone enanthate Keep Your Fitness Resolution with the World’s Top Workout Music — SpotifyBerdasarkan keputusan Litbang PU dalam 2009, menyatakan bahwa TPA tidak hanya fokus pada penimbunan sampah saja, melainkan memiliki aktivitas yang wajib ada seperti; pemilahan sampah, daur ulang sampah anorganik, pengomposan sampah organik, dan pengurangan atau penimbunan sampah residu dari proses daur ulang dan pengomposan di lokasi landfill. Berikut TPA yang beroperasi resmi di wilayah JABODETABEK. TPA Bantar Gebang – Jakarta Mountains of Trash – Source Sebarr TPA Bantar Gebang telah dibangun sejak 1989. Sebagai tempat pembuangan sampah resmi Provinsi DKI Jakarta, kondisi Tempat Pemrosesan Akhir TPA Bantar Gebang yang berlokasi di Bantargebang, Bekasi, ini cukup memprihatinkan karena sudah mengalami kelebihan muatan. Sebanyak hingga ton sampah dari Jakarta memenuhi Bantargebang, Bekasi setiap harinya. Dari total sampah yang dihasilkan tersebut, menghasilkan sebanyak ton di antaranya merupakan sampah plastik yang sulit untuk diurai. Itu sebabnya masyarakat diharapkan dapat melakukan pemilahan sampah dan sampah yang sulit diurai dapat diserahkan ke bank sampah untuk diolah. Sehingga dengan demikian dapat mengurangi beban yang masuk ke TPA Bantargebang. TPA Cipayung – Depok TPA Cipayung Sumber Immanuel Antonius/Liputan6com Sama dengan keadaan TPA Bantar Gebang, volume sampah di TPA Cipayung, Depok juga sudah melebihi kapasitas daya tampung yang mana volume sampah sudah mencapai juta kubik. Kondisi di TPA yang sudah berusia 37 tahun tersebut pun sempat mengalami longsor dari gunung sampah sehingga menghambat proses pengangkutan sampah lantaran akses jalan truk pengangkutan di tutup. Dengan keadaan tersebut TPA Cipayung tidak dapat bertahan lama. Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Depok berharap agar Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah TPPAS Lulut – Nambo di Kabupaten Bogor segera direalisasikan oleh Pemprov Jabar sehingga sampah yang ada dapat segera dialihkan pembuangannya ke TPPAS Lulut – Nambo. TPA Rawa Kucing – Tangerang TPA Rawa Kucing, Kedaung Wetan, Neglasari, Kota Tangerang. Sumber Tagar Sampah yang masuk ke TPA Rawa Kucing mencapai ton per harinya. Untuk mengurangi beban TPA Rawa Kucing, Pemerintah Kota Pemkot Tangerang mencanangkan Program Rukun Warga RW Tanpa Sampah. Program ini selanjutnya akan menuju Kelurahan Tanpa Sampah. Program yang diusung ini bertepatan dengan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional HPSN tahun 2022. Dengan adanya program ini diharapkan akan mengurangi beban dari TPA Rawa Kucing yang mana menjadi muara sampah dari rumah tangga maupun lingkungan di wilayah Kota Tangerang. Pemkot Tangerang pun juga tengah menyiapkan skema pengangkutan sampah dari rumah tangga agar tidak terjadi penumpukan, yang mana sampah yang sudah dipilah akan dibawa secara terpisah sedangkan residunya akan diangkut ke TPA dengan bentor. Dengan adanya pemilahan sampah dari sumber, masyarakat tidak lagi menjadi objek saja namun menjadi subjek dari program pengolahan sampah. TPA Galuga – Bogor TPA Galuga di Bogor Sumber Dibangun sekitar tahun 1980, timbunan sampah yang diproduksi Kota dan Kabupaten Bogor di TPA Galuga telah mencapai hingga ton setiap harinya. Dimana sampah-sampah tersebut didominasi oleh sampah rumah tangga. Baik dari perumahan, non perumahan, juga pasar. Sampai saat ini Pemerintah Kota Bogor masih menggunakan Tempat Pemrosesan Akhir TPA Galuga, lantaran tempat Pemrosesan dan Pengolahan Akhir Sampah TPPAS Nambo belum dapat beroperasi. Nantinya bila TPPAS Nambo sudah dapat beroperasi Pemerintah Kota Bogor sendiri akan mendapatkan kuota pembuangan dan pemrosesan sampah sebesar 400 ton per harinya. TPA Burangkeng – Bekasi TPA Burangkeng, Kecamatan Setu, Kab. Bekasi, Jawa Barat.ANTARA/Pradita Kurniawan Syah TPA Burangkeng memiliki lahan seluas 11 hektar dan saat ini sudah tidak mampu menampung sampah yang setiap hari bertambah. Pemerintah Daerah pun berencana menyediakan sekitar lima hektar lahan untuk memperluas area tempat pemrosesan akhir sampah di Burangkeng Bekasi. Dengan adanya perluasan lahan dapat dimanfaatkan untuk menerapkan teknologi seperti RDF Refuse Derived Fuel. Teknologi RDF sendiri berfungsi untuk mengelola sampah menjadi energy biomassa yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energy baru dan terbarukan untuk pengganti batu bara. [Sulistianing Ambar Wati]
VvS3zRH.