Islamicbanking, Islamic finance (Arabic: مصرفية إسلامية), or Sharia-compliant finance is banking or financing activity that complies with Sharia (Islamic law) and its practical application through the development of Islamic economics.Some of the modes of Islamic banking/finance include Mudarabah (profit-sharing and loss-bearing), Wadiah (safekeeping), Musharaka (joint venture
- Kelebihan Bank Jago Syariah dapat menjadi pilihan untuk Anda yang sedang mencari aplikasi perbankan syariah. Sebenarnya perusahaan keuangan ini telah ada dari tahun 1992. Namun kembali populer dan dikenal oleh banyak orang sejak tahun satu alasan yang membuatnya kembali populer adalah karena kepemilikan 20% saham oleh Gojek. Pada tahun 2021, perusahaan ini meluncurkan aplikasi digital Jago Syariah. Peluncuran tersebut merupakan salah satu komitmen perusahaan guna meningkatkan layanan Perbankan Jago SyariahKelebihan Bank Jago Syariah adalah prinsip syariah yang digunakan. Semua kantong jago Syariah saat ini telah memakai prinsip Wadi’ah. Kedepannya direncanakan perusahaan keuangan Islam ini akan menyediakan kantong dengan pilihan prinsip wadi'ah merupakan prinsip yang berlandaskan akad wadiah yad dhamanah. Akad ini digunakan kepada produk tabungan dan bersifat titipan. Maksudnya adalah saat Anda menabung uang di bank, Anda hanya menitipkan uang kepada pihak uang tersebut dipegang oleh pihak bank, pihak bank akan mengelola uang tersebut dengan prinsip syariat Islam. Nantinya pihak Jago tidak akan menjanjikan adanya imbalan. Namun Anda dapat mengambil uang tersebut kapanpun yang anda inginkan. Selain itu kelebihan Bank Jago Syariah adalah saat akan membuat akun Jago Syariah melalui aplikasi, maka akan terjadi proses ijab dan qobul. Proses ini akan dilakukan secara digital antara Anda dengan pihak bank. Fitur dan Kelebihan Bank Jago SyariahPeluncuran aplikasi Jago Syariah diharapkan dapat membantu peran positif memacu pertumbuhan ekonomi dan industri keuangan berbasis syariat Islam. Selain itu peluncuran ini juga untuk meningkatkan kontribusi perbankan syariah terhadap perbankan ini juga memiliki beberapa fitur dan kelebihan Bank Jago Syariah. Fitur-fitur yang disediakan cukup lengkap serta menarik dan tidak jauh berbeda dari Jago Konvensional. Pengguna dapat memanfaatkan berbagai pilihan fitur tersedia agar menikmati seluruh layanan keuangan yang Fitur Kirim dan BayarSama seperti konvensional, pada Jago jenis ini juga terdapat fitur kirim dan bayar. Fitur ini dipakai saat akan melakukan proses transfer dana dan juga melakukan pembayaran tagihan. Anda juga dapat melakukan transaksi dengan sesama bank atau ke rekening bank lain. Selain itu Anda juga dapat membeli dan membayar tagihan seperti tagihan listrik dan pulsa. Akun Anda juga memiliki kemampuan untuk terintegrasi dengan ekosistem digital lain seperti Gojek, Gopay dan Bibit. 2. Fitur KantongTerdapat juga fitur kantong. Kelebihan bank Jago Syariah dari fitur kantong ini adalah dapat digunakan untuk menabung uang, menentukan target menabung serta menumbuhkan tabungan secara otomatis secara auto save. Selain kantong menabung, terdapat pula kantong bayar. Fitur ini dapat Anda gunakan sebagai sumber dana untuk membayar segala jenis kebutuhan. Anda dapat melakukan kolaborasi keuangan bersama orang-orang terdekat di dalam fitur kantong bersama. Tentu saja karena berbasis Syariat Islam, semua kantong dan transaksi akan menggunakan prinsip Fitur RencanakanSelain fitur kantong, kelebihan Bank Jago Syariah terletak pada fitur rencanakan. Fitur ini berfungsi untuk menjadwalkan transaksi berulang dan analisis pengeluaran yang perlu rincian pengeluaran. Hal ini tentu akan sangat membantu anda dalam membuat keputusan keuangan agar lebih baik fitur yang tidak dapat anda gunakan ketika memiliki akun Jago ini adalah kantong terkunci. Karena fitur ini akan menawarkan bunga yang lebih tinggi saat Anda mengunci uang selama periode tertentu. 4. Tanpa Biaya AdminKelebihan Bank Jago Syariah adalah tidak adanya biaya administrasi. Nasabah yang akan menggunakan aplikasi perbankannya, tidak akan dipungut biaya administrasi. Karena layanan ini telah menggunakan prinsip-prinsip Syariat Islam sesuai dengan kaidah yang Bank Jago Syariah akan memberikan pengalaman baru bagi nasabah. Selain itu aplikasi ini juga diharapkan akan mengakselerasikan inklusi dan literasi keuangan bagi masyarakat yang memiliki pemahaman literasi keuangan syariah Akun Rekening Jago SyariahSaat membuat akun Jago Syariah, Anda bisa memilih langsung opsi Jago Syariah bagi pengguna baru. Setelah itu Anda hanya perlu mengikuti langkah-langkah yang tersedia di aplikasi. Saat Anda memutuskan untuk berpindah akun maka tidak bisa kembali ke akun berpindah akun, nomor rekening yang ada pada setiap kantong otomatis akan berubah. Karena nomor rekening yang tersedia adalah nomor rekening baru, maka Anda harus mengulang kembali mengingatkan keluarga dan teman-teman tentang nomor rekening tersebut. Aplikasi pengelola keuangan Jago Syariah merupakan salah satu aplikasi yang menawarkan fitur-fitur menarik. Selain fitur-fitur tersebut, aplikasi ini juga menawarkan kelebihan bank Jago Syariah yang setiap proses transaksinya berdasarkan kaidah Syariat Islam.
BANKSYARIAH INDONESIA 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK Kode BSI: 451 Adakah Rekomendasi Kitab dalam Mempelajari Fiqih Mazhab Hambali? 01:33:23. 🔴 [LIVE] MEMAHAMI SIFAT ALLAH YANG MAHA TINGGI & DEKAT - Ustadz Abdullah Taslim, Lc., M.A حفظه الله Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA حفظه الله
Bank syariah mempunyai pandangan berbeda tentang teknik pengelolahan bank. Pada hakikatnya sama-sama institusi keuangan yang bekerja mengelolah dan menyeimbangkan keuangan di Indonesia. Akan tetapi tekniknya … Bank Syariah Terbaik untuk Anda yang Takut Riba Baca Selengkapnya »
BANKSYARIAH INDONESIA 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK Kode BSI: 451 Paypal: finance@ Rekening di atas adalah rekening khusus donasi Yufid Network, jadi Anda tidak perlu konfirmasi setelah mengirimkan donasi. Cukup tuliskan keterangan donasi pada saat Anda transfer.
Event Details Date September 4, 2016 830 am – 1000 am Venue Masjid Mukhlisin D Crown Residence Tempat Masjid Baitul Mukhlisin Masuk dari D’Crown Residence, Jl. Kirai Blok S / Villa Cinere Mas, Jl. Matahari Raya Pemateri Ustadz Dr. Erwandi Tarmidzi, MA Tema Bank Syariah Dalam Pandangan Islam Waktu – Selesai PIC 081908818828
Mintarekomendasi bank nya Pak Ustadz. Reply. Irwan says: May 14, 2019 at 21:18. Minta rekomendasi bank atau lembaganya ustad. Reply. Leave a Reply Cancel reply. Your email address will not be published. Required fields are marked * Comment * Name * Email * Website. 2,475 Followers; 286k Subscribers; 836k Followers;
MENCARI SOLUSI BANK SYARIAHOlehUstadz Muhammad Arifin Badri MASegala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam , keluarga, dan seluruh sahabatnya. Islam –segala puji hanya milik Allah– bersifat universal, mencakup segala urusan, baik yang berkaitan dengan masalah ibadah maupun muamalah, sehingga syariat Islam benar-benar seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’alaاَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗPada hari ini, telah Aku sempurnakan untukmu agama mu, dan telah aku cukupkan atasmu kenikmatan-Ku, dan Aku ridha Islam menjadi agamamu”. [al-Mâ`idah/53]Al-hamdulillah, fakta ilahi ini mulai disadari kembali oleh umat Islam, sehingga kini, kita mulai mendengar berbagai seruan untuk menerapkan syariat ilahi ini dalam segala aspek kehidupan. Termasuk wujud dari kesadaran ini, yakni berdirinya berbagai badan keuangan perbankan yang mengklaim dirinya berazaskan syariat. Fenomena ini patut mendapatkan perhatian, partisipasi dan dukungan dari kita, agar laju perkembangan dan langkahnya tetap lurus sebagaimana yang digariskan syariat Islam. Dan pada kesempatan ini, saya ingin sedikit berpartisipasi, yaitu dengan menyebutkan beberapa hal, yang menurut hemat saya perlu yang saya lakukan ini, mendapat tanggapan dan respon positif dari saudara-saudara kita yang berkepentingan dalam masalah Pertama Peranan Ganda Perbankan syariat yang ada telah mengklaim bahwa mudharabah merupakan asas bagi berbagai transaksi yang dijalankannya, baik transaksi antara nasabah pemilik modal dengan perbankan, maupun transaksi antara pihak perbankan dengan nasabah pelaku usaha. Akan tetapi, pada penerapannya, saya mendapatkan suatu kejanggalan, yaitu peran status ganda perbankan yang saling menjelaskan permasalahan ini, cermatilah skema 1. Skema Peran Perbankan SyariahBank berperan sebagai pelaku usaha, yaitu ketika berhubungan dengan nasabah sebagai pemilik modal. Namun dalam sekejap status ini berubah, yaitu bank berperan sebagai pemodal ketika pihak perbankan berhadapan dengan pelaku usaha yang membutuhkan dana untuk mengembangkan ganda yang diperankan perbankan ini membuktikan bahwa akad yang sebenarnya dijalankan oleh perbankan selama ini adalah akad utang piutang, dan bukan akad mudharabah. Yang demikian itu, karena, bila ia berperan sebagai pelaku usaha, maka status dana yang ada padanya adalah amanah yang harus dijaga sebagaimana layaknya menjaga amanah lainnya. Dan yang dimaksud dengan amanah dari pemodal, ialah mengelola dana tersebut dalam usaha nyata yang akan mendatangkan hasil keuntungan, sehingga bank, tidak semestinya menyalurkan modal yang ia terima dari nasabah pemodal ke pengusaha lain dengan akad mudharabah. Sehingga, bila ia berperan sebagai pemodal, maka ini mendustakan kenyataan yang sebenarnya, yaitu sebagian besar dana yang dikelola adalah milik an-Nawawi berkata, “Hukum kedua tidak dibenarkan bagi pelaku usaha mudharib untuk menyalurkan modal yang ia terima kepada pihak ke tiga dengan perjanjian mudharabah. Bila ia melakukan hal itu atas seizin pemodal, sehingga ia keluar dari akad mudharabah pertama dan berubah status menjadi perwakilan bagi pemodal pada akad mudharabah kedua ini, maka itu dibenarkan. Akan tetapi ia tidak dibenarkan untuk mensyaratkan untuk dirinya sedikitpun dari keuntungan yang diperoleh. Bila ia tetap mensyaratkan hal itu, maka akad mudharabah kedua bathil”.[1]Ucapan senada juga diutarakan oleh Imam Ibnu Qudamah al-Hambali, ia berkata, “Tidak dibenarkan bagi pelaku usaha untuk menyalurkan modal yang ia terima kepada orang lain dalam bentuk mudharabah, demikian penegasan Imam Ahmad. . . . Pendapat ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan aku tidak mengetahui ada ulama’ lain yang menyelisihinya”. [2]Dalam akad mudharabah, bila perbankan memerankan peranan ganda semacam ini, atas seizin pemodal sedangkan ia tidak ikut serta dalam menjalankan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha kedua, maka bank tidak berhak mendapatkan bagian dari keuntungan, karena statusnya hanyalah sebagai perantara calo. Para ulama’ menjelaskan bahwa alasan hukum ini adalah karena hasil/ keuntungan dalam akad mudharabah hanyalah hak pemilik modal dan pelaku usaha, sedangkan pihak yang tidak memiliki modal, dan tidak ikut serta dalam pelaksanaan usaha, maka ia tidak berhak untuk mendapatkan bagian dari hasil.[3]Tinjauan Kedua Bank Tidak Memiliki Usaha keuangan yang menamakan dirinya sebagai perbankan syariah seakan tidak sepenuh hati dalam menerapkan sistem perekonomian Islam. Badan-badan tersebut berusaha untuk menghindari sunnatullah yang telah Allah Ta’ala tentukan dalam dunia usaha. Sunnatullah tersebut berupa pasangan sejoli yang tidak mungkin dipisahkan, yaitu untung dan rugi. Operator perbankan syariah senantiasa menghentikan langkah syariat pada tahap yang aman dan tidak karena itu, perbankan syariah yang ada –biasanya- tidak atau belum memiliki usaha nyata yang dapat menghasilkan keuntungan. Semua jenis produk perbankan yang mereka tawarkan hanyalah sebatas pembiayaan dan pendanaan. Dengan demikian, pada setiap unit usaha yang dikelola, peran perbankan hanya sebagai penyalur dana nasabah.[4]Sebagai contoh nyata dari produk perbankan yang ada ialah mudharabah. Operator perbankan tidak berperan sebagai pelaku usaha, akan tetapi sebagai penyalur dana nasabah. Hal ini mereka lakukan, karena takut dari berbagai resiko usaha, dan hanya ingin mendapatkan keuntungan. Bila demikian ini keadaannya, maka keuntungan yang diperoleh atau dipersyaratkan oleh perbankan kepada nasabah pelaksana usaha adalah haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama, di antaranya sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam an-Nawawi di Ketiga Bank Tidak Siap Menanggung kita menutup mata dari kedua hal di atas, maka masih ada masalah besar yang menghadang langkah perbankan syariah di negeri kita. Hal tersebut ialah, ketidaksiapan operator perbankan untuk ikut menanggung resiko mudharabah yang mereka jalin dengan para pelaku usaha. Bila pelaku usaha mengalami kerugian, walaupun tanpa disengaja, niscaya kita dapatkan perbankan segera ambil langkah seribu dengan cara meminta kembali modal yang telah ia kucurkan dengan utuh. Hal ini menjadi indikasi bahwa akad antara perbankan dengan nasabah pelaku usaha bukanlah mudharabah, akan tetapi hutang-piutang yang berbunga alias ulama’ dari berbagai mazhab telah menegaskan bahwa pemilik modal tidak dibenarkan untuk mensyaratkan agar pelaku usaha memberikan jaminan seluruh atau sebagian modalnya. Sehingga apa yang diterapkan pada perbankan syari’ah, yaitu mewajibkan atas pelaku usaha untuk mengembalikan seluruh modal dengan utuh bila terjadi kerugian usaha adalah persyaratan yang batil.[5] Dan dalam ilmu fiqih, bila pada suatu akad terdapat persyaratan yang batil, maka solusinya ada adalah satu dari dua hal berikutAkad beserta persyaratan tersebut tidak sah, sehingga masing-masing pihak terkait harus mengembalikan seluruh hak-hak lawan dapat diteruskan, akan tetapi dengan meninggalkan persyaratan contoh misalnya Bank Syariah Yogyakarta mengucurkan modal kepada Pak Ahmad –misalnya- sebesar Rp. dengan perjanjian bagi hasil 60% banding 40%. Setelah usaha berjalan dan telah jatuh tempo, Pak Ahmad mengalami kecurian, atau gudangnya terbakar atau yang serupa, sehingga modal yang ia terima dari bank hanya tersisa Rp. Dalam keadaan semacam ini, Bank Syariah Yogyakarta akan tetap meminta agar Pak Ahmad mengembalikan modalnya utuh, yaitu Rp. operator perbankan syariat akan berdalih, bahwa dalam dunia usaha, uang kembali seperti semula tanpa ada keuntungan adalah kerugian. Dengan demikian perbankan telah ikut serta menanggung kerugian yang terjadi. Maka kita katakan Alasan serupa juga dapat diutarakan oleh pelaksana usaha dalam dunia usaha, seseorang bekerja tanpa mendapatkan hasil sedikit pun adalah kerugian. Andai ia bekerja pada suatu perusahaan, niscaya ia akan mendapatkan gaji yang telah disepakati, walau perusahaan sedang merugi. Bahkan dalam akad mudharabah dengan perbankan syariat, pelaku usaha merugi dua kali, yaitu Pertama, ia telah bekerja banting tulang, peras keringat, dan pada akhirnya tidak mendapatkan hasil sedikitpun. Kedua, ia masih juga harus menutup kekurangan yang terjadi pada modal yang pernah ia terima dari lain dari produk perbankan syariat ialah bai’ al-Murabahah. Bentuknya kurang lebih demikian; bila ada seseorang yang ingin memiliki motor, ia dapat mengajukan permohonan ke salah satu perbankan syariah agar Bank tersebut membelikannya. Selanjutnya pihak bank akan mengkaji kelayakan calon nasabahnya ini. Bila permintaannya diterima, maka bank akan segera mengadakan barang yang dimaksud dan segera menyerahkannya kepada pemesan, dengan ketentuan yang sebelumnya telah disepakati.[6]Sekilas akad ini tidak bermasalah, akan tetapi bila kita cermati lebih seksama, maka akan nampak dengan jelas bahwa pihak bank berusaha untuk menutup segala risiko. Oleh karenanya, sebelum bank mengadakan barang yang dimaksud, bank telah membuat kesepakatan jual-beli dengan segala ketentuannya dengan nasabah. Dengan demikian, bank telah menjual barang yang belum ia miliki, dan itu adalah ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَأَحْسِبُ كُلَّ شَيْءٍ بِمَنْزِلَةِ الطَّعَامِ. Dari sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma ia menuturkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Barang siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya” Ibnu Abbas berkata Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan. Muttafaqun alaih.Pemahaman Ibnu Abbas ini didukung oleh riwayat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikutعَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ ابْتَعْتُ زَيْتًا فِي السُّوقِ فَلَمَّا اسْتَوْجَبْتُهُ لِنَفْسِي لَقِيَنِي رَجُلٌ فَأَعْطَانِي بِهِ رِبْحًا حَسَنًا فَأَرَدْتُ أَنْ أَضْرِبَ عَلَى يَدِهِ فَأَخَذَ رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي بِذِرَاعِي فَالْتَفَتُّ فَإِذَا زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فَقَالَ لَا تَبِعْهُ حَيْثُ ابْتَعْتَهُ حَتَّى تَحُوزَهُ إِلَى رَحْلِكَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رِحَالِهِمْ رواه أبو داود والحاكم Dari sahabat Ibnu Umar, ia mengisahkan “Pada suatu saat saya membeli minyak di pasar, dan ketika saya telah selesai membelinya, ada seorang lelaki yang menemuiku dan menawar minyak tersebut, kemudian ia memberiku keuntungan yang cukup banyak, maka akupun hendak menyalami tangannya guna menerima tawaran dari orang tersebut. Tiba-tiba, ada seseorang dari belakangku yang memegang lenganku. Maka aku pun menoleh, dan ternyata ia adalah Zaid bin Tsabit, kemudian ia berkata Janganlah engkau menjual minyak itu di tempat engkau membelinya, hingga engkau pindahkan ke tempatmu, karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali barang di tempat barang tersebut dibeli, hingga barang tersebut dipindahkan oleh para pedagang ke tempat mereka masing-masing’.” [HR Abu Dawud dan al-Hakim].[7]Para ulama menyebutkan hikmah dari larangan ini, di antaranya ialah karena barang yang belum diterimakan kepada pembeli bisa saja batal, karena suatu sebab, misalnya barang tersebut hancur terbakar, atau rusak terkena air dan lain-lain, sehingga ketika ia telah menjualnya kembali ia tidak dapat menyerahkannya kepada pembeli kedua kedua, seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas t ketika muridnya, yaitu Thawus mempertanyakan sebab larangan iniقُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ كَيْفَ ذَاكَ قَالَ ذَاكَ دَرَاهِمُ بِدَرَاهِمَ وَالطَّعَامُ مُرْجَأٌ Saya bertanya kepada Ibnu Abbas “Bagaimana kok demikian?” Ia menjawab “Itu, karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda”. [8]Ibnu Hajar menjelaskan perkataan Ibnu Abbas di atas sebagaimana berikut “Bila seseorang membeli bahan makanan seharga 100 dinar –misalnya- dan ia telah membayarkan uang tersebut kepada penjual, sedangkan ia belum menerima bahan makanan yang ia beli, kemudian ia menjualnya kembali kepada orang lain seharga 120 dinar dan ia langsung menerima uang pembayaran tersebut, padahal bahan makanan masih tetap berada di penjual pertama, maka seakan-akan orang ini telah menjual/menukar uang 100 dinar dengan harga 120 dinar. Dan berdasarkan penafsiran ini, maka larangan ini tidak hanya berlaku pada bahan makanan saja”.[9]Tinjauan Keempat Semua Nasabah Mendapatkan Bagi syariah mencampuradukkan seluruh dana yang masuk kepadanya. Sehingga tidak dapat diketahui nasabah yang dananya telah disalurkan dari nasabah yang dananya masih beku di bank. Walau demikian, pada setiap akhir bulan, seluruh nasabah mendapatkan bagian dari hasil/ ini menjadi masalah besar dalam metode mudharabah yang benar-benar Islami. Sebab yang menjadi pertimbangan dalam membagikan keuntungan kepada nasabah adalah keuntungan yang diperoleh dari masing-masing dana nasabah. Sehingga nasabah yang dananya belum disalurkan, tidak berhak untuk mendapatkan bagian dari hasil. Sebab keuntungan yang diperoleh adalah hasil dari pengelolaan modal nasabah selain mereka. Pembagian hasil kepada nasabah yang dananya belum tersalurkan jelas-jelas merugikan nasabah yang dananya telah fakta perbankan syariah yang ada di negeri kita. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila perbankan syariah dihantui oleh over likuiditas. Yaitu suatu keadaan dimana bank kebanjiran dana masyarakat/nasabah, sehingga tidak mampu menyalurkan seluruh dana yang terkumpul dari nasabahnya. Keadaan ini memaksa perbankan syariat untuk menyimpan dana yang tidak tersalurkan tersebut di Bank Indonesia BI dalam bentuk Sertifikat Wadi`ah. Sebagai contoh, pada periode Januari 2004 dilaporkan, perbankan syariat berhasil mengumpulkan dana dari nasabah sebesar 6,62 triliun rupiah, akan tetapi, dana yang berhasil mereka gulirkan hanya 5,86 triliun rupiah.[10]Tinjauan Kelima Metode Bagi Hasil yang kita datang ke salah satu kantor perbankan syariah yang terdekat dengan rumah kita, niscaya kita akan mendapatkan suatu brosur yang menjelaskan tentang metode pembagian hasil. Untuk dapat memahami metode pembagian hasil tersebut bukanlah suatu hal yang mudah, terlebih-lebih bagi yang taraf pendidikannya adalah metode bagi hasil yang diterapkan oleh salah satu perbankan syariah di IndonesiaBagi hasil nasabah = dana/saldo nasabah x E x Rasio/nisbah nasabah 1000 100E = pendapatan rata-rata investasi dari setiap 1000 rupiah dari dana dilihat dengan jelas,bahwa salah satu pengali dalam perhitungan hasil pada skema di atas adalah total modal dana nasabah. Adapun dalam akad mudharabah, maka yang dihitung adalah keuntungan atau hasilnya, oleh karenanya akad ini dinamakan bagi Nawawi al-Bantaani berkata, “Rukun mudharabah kelima adalah keuntungan. Rukun ini memiliki beberapa persyaratan, di antaranya, keuntungan hanya milik pemodal dan pelaku usaha. Hendaknya mereka berdua sama-sama memilikinya, dan hendaknya bagian masing-masing dari mereka ditentukan dalam prosentase.” [11]Inilah yang menjadikan metode penghitungan hasil dalam mudharabah yang benar-benar syar’i sangat simpel, dan mudah dipahami. Berikut skema pembagian hasil dalam akad mudharabahBagi hasil nasabah = keuntungan bersih x nisbah nasabah x nisbah modal nasabah dari total uang yang dikelola oleh antara dua metode di atas dapat dipahami dengan jelas melalui contoh Ahmad menginvestasikan modal sebesar Rp. dengan perjanjian 50 % untuk pemodal dan 50 % untuk pelaku usaha bank, dan total uang yang dikelola oleh bank sejumlah 10 miliar. Dengan demikian, modal Pak Ahmad adalah 1 % dari keseluruhan dana yang dikelola oleh akhir bulan, bank berhasil membukukan laba bersih sebesar 1 miliar. Operator bank -setelah melalui perhitungan yang berbelit-belit pula- menentukan bahwa pendapatan investasi dari setiap Rp. adalah Rp 11, kita menggunakan metode perbankan syariat, maka hasilnya adalah sebagai berikut x 11,61 x 50 = Rp. 1000 100Dengan metode ini, Pak Ahmad hanya mendapatkan bagi hasil sebesar Rp bila kita menggunakan metode mudharabah yang sebenarnya, maka hasilnya sebagai berikut x 50 x 1 = 100 100Dengan metode penghitungan hasil mudharabah yang sebenarnya, Pak Ahmad berhak mendapatkan bagi hasil sebesar Rp Metode pembagian yang diterapkan oleh bank berbelit-belit dan merugikan lebih rumit lagi adalah metode bank dalam menentukan pendapatan rata-rata investasi dari setiap 1000 rupiah. Berikut salah satu contoh dari metode yang diterapkan oleh salah satu perbankan syariat di IndonesiaE = total dana nasabah – Giro Wajib Minimum x Total pendapatan x 1000 Total Investasi Total dana nasabahMetode perhitungan bagi hasil yang berbelit-belit ini, membuktikan bahwa perbankan syariat yang ada tidak menerapkan metode mudharabah yang sebenarnya. Dari sedikit pemaparan di atas, kita dapat simpulkan bahwa perbankan syariat yang ada hanyalah sekedar nama besar tanpa ada hakikatnya. Bahkan yang terjadi sebenarnya hanyalah upaya mempermainkan istilah-istilah syari’ PERBANKANUntuk menyiasati beberapa kritik di atas, maka berikut beberapa usulan yang mungkin dapat diterapkan oleh perbankan yang benar-benar ingin menerapkan sistem perbankan yang Pemilahan Nasabah Berdasarkan Tujuan global, kita dapat mengelompokkan nasabah yang menyimpan dananya di bank menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama, nasabah yang semata-mata bertujuan untuk mengamankan hartanya. Kelompok kedua, nasabah yang bertujuan mencari keuntungan dengan menginvestasikan dananya melalui jalur perbankan yang kelompok nasabah ini memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda, sebagaimana yang telah dijabarkan di atas. Berdasarkan pemilahan ini pula, pihak operator perbankan dapat menentukan hak dan kewajibannya terhadap masing-masing kelompok. Dana yang berhasil dikumpulkan oleh bank dari nasabah jenis pertama dapat dimanfaatkan dalam membiayai berbagai usaha yang menguntungkan, dan sepenuhnya keuntungan yang diperoleh menjadi milik bank. Dari hasil investasi dengan dana nasabah jenis pertama ini, bank dapat membiayai operasionalnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan, bahwa bank akan mendapat keuntungan yang surplus bila dibanding dana antara keuntungan pemilahan ini, perbankan akan terhindar dari over likuidasi, karena bank tidak akan pernah menerima dana investasi, melainkan setelah membuka peluang usaha yang benar-benar halal dan dibenarkan. Sebagaimana pihak perbankan tidak berkewajiban untuk memberikan keuntungan kepada nasabah, kecuali bila dananya benar-benar telah disalurkan dan menghasilkan keuntungan. Dengan cara ini pula, prinsip mudharabah benar-benar akan dapat diterapkan, sehingga penghitungan hasil akan dapat ditempuh dengan metode yang simpel dan transparan, yaitu dengan mengalikan jumlah keuntungan yang berhasil dibukukan dengan nisbah masing-masing Perbankan Terjun Langsung ke Sektor telah diketahui bersama, bahwa untuk menjalankan operasional, suatu bank pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, agar bank terkait dapat memenuhi kebutuhannya ini, ia harus memiliki berbagai unit usaha nyata yang dapat menghasilkan keuntungan. Tidak sepantasnya perbankan hanya mencukupkan diri dengan menjadi pihak penyalur dana semata, tanpa terjun langsung dalam usaha nyata. Dengan demikian, keuntungan yang didapatkan oleh bank benar-benar keuntungan yang halal dan bukan hasil menghutangkan dana kepada pihak ketiga. Selama perbankan tidak terjun langsung dalam dunia usaha nyata dan hanya mencukupkan dirinya sebagai penyalur dana nasabah, maka riba tidak akan pernah dapat cara ini, keberadaan perbankan syariah akan benar-benar menghidupkan perekonomian umat Islam. Karena dengan cara ini, perbankan pasti membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Sebagaimana perbankan Islami akan menjadi produsen sekaligus konsumen bagi produk-produk yang beredar di konsekuensi dari hal ini, tentu kedua belah pihak yaitu nasabah yang menginvestasikan dananya ke proyek-proyek perbankan dan juga pihak operator bank siap untuk menanggung segala risiko dunia usaha. Pemodal menanggung kerugian dalam bentuk materi, dan pelaku usaha menanggung kerugian Perbankan Menerapkan MudharabahPada saat sekarang ini, amanah dan kepercayaan susah untuk didapatkan, bahkan yang sering terjadi di masyarakat kita ialah sebaliknya; pengkhianatan dan kedustaan. Oleh karena itu, sangat sulit bagi kita, terlebih lagi bagi suatu badan usaha untuk menerapkan sistem mudharabah dengan sepenuhnya. Untuk mensiasati keadaan yang memilukan ini, saya mengusulkan agar perbankan syari’at yang ada menerapkan mudharabah sepihak. Yang saya maksud dengan mudharabah sepihak ialah, perbankan menerima modal dari masyarakat untuk menjalankan berbagai unit usaha yang ia kelola, akan tetapi perbankan tidak menyalurkan modalnya ke masyarakat dengan skema mudharabah. Dengan cara ini, dana nasabah yang disalurkan ke perbankan syari’ah dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas, dan perbankan terhindar dari berbagai kejahatan pihak-pihak yang tidak memiliki amanah dan rasa takut kepada Allah Ta’ akhirnya, apa yang kami paparkan di atas adalah semata-mata sebatas ilmu yang kami miliki. Sehingga bila didapatkan kebenaran, maka itu adalah murni berasal dari taufik dan inayah Allah Ta’ala. Sebaliknya, bila terdapat kesalahan, maka itu bersumber dari setan dan kebodohan kita mendapatkan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , sehingga dapat meninggalkan riba beserta seluruh piranti dan perangkapnya, dan dimudahkan untuk mendapatkan rizki yang a’lam bish-shawab.Penulis adalah Kandidat Doktor Fiqih, Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah – Saudi Arabia[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]_______Footnote[1] Raudhah ath-Thalibin, Imam an-Nawawi 5/132. Silakan baca juga at-Tahzib, Imam al-Baghawi 4/392, Mughnil-Muhtâj, asy-Syarbini 2/314 dan Syarikatul-Mudharabah fil-Fiqhil-Islâmi, Dr. Sa’ad bin Gharir bin Mahdi as-Silmu hlm. 202.[2] Al-Mughni, Ibnu Qudamah al-Hambali, 7/156.[3] Lihat al-Aziz, ar-Rafi’i 6/27-28, Raudhah ath-Thalibin, Imam an-Nawawi 5/132, al-Mughni, Ibnu Qudamah 7/158, Mughnil-Muhtâj, asy-Syarbini 2/314 dan Syarikatul-Mudharabah fil-Fiqhil- Islâmi, Dr. Saad bin Gharir as-Silmy hlm. 202.[4] Metode ini membuat kita kesulitan untuk mendapatkan perbedaan yang berarti antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Dan mungkin inilah yang menjadikan negara-negara kafir pun ikut berlomba mendirikan perbankan syariah. Bahkan beberapa negara kafir tersebut –misalnya Singapura- telah memproklamirkan diri sebagai pusat perekonomian syariah perbankan syariah. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Majalah Modal melansir pernyataan bapak Muhaimin Iskandar Wakil Ketua DPR RI “Tidak ada istilah ekonomi syariah dan ekonomi non syari’ah, karena itu hanya soal penamaan saja”. Lihat Majalah Modal, Edisi 18/II April 2004, hlm. 19.[5] Lihat al-Mughni, Ibnu Qudamah 7/145, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 38/64.[6] Bank Syariah, dari Teori ke Praktek, Muhammad Syafi’i Antonio, hlm. 171.[7] Walaupun pada sanadnya ada Muhammad bin Ishak, akan tetapi ia telah menyatakan dengan tegas bahwa ia mendengar langsung hadits ini dari gurunya, sebagaimana hal ini dinyatakan dalam kitab at-Tahqîq. Lihat Nasbu ar-Rayah 4/43 dan at-Tahqîq 2/181.[8] Riwayat Bukhari dan Muslim.[9] Fat-hul-Bâri, Ibnu Hajar al-Asqalani, 4/348-349.[10] Majalah Modal, Edisi 19/II-MEI 2004, hlm. 25.[11] Nihayatu az-Zain, Muhammad Nawawi al-Jawi, hlm. 254.
Diantaranya adalah serta rujukan modul belajar Sekolah Muamalah Indonesia dan POMM yang diampu oleh Dr. Erwandi Tarmizi. Syariah Wealth Management (SWM) juga menggunakannya sebagai rujukan dalam training, review akad, dan consulting. Catatan Penting. Mikyar AAOIFI hanya tersedia dalam Bahasa Arab dan terjemahan Bahasa Inggris. Bahkan, dalam
Listento Penyimpangan Bank Syariah MP3 Song by Erwandi Tarmizi from the Indonesian movie Ceramah Singkat Ustadz Erwandi Tarmizi free online on Gaana. Download Penyimpangan Bank Syariah song and listen Penyimpangan Bank Syariah MP3 song offline.
Danuntuk di Indonesia, perkembangan Bank Syariah sangat bagus, dan menurut pendapat salah satu ulama fiqih muamalat ternama di Indonesia, Ustadz Erwandi, BNI Syariah yang saat ini secara perlahan mulai mengadaptasi akad-akad transaksi mereka yang benar-benar sesuai syariah, utamanya yang terkait pembiayaan. Fattah Habibie
DalamIslam akad mudharabah untuk produk deposito dibolehkan sebab termasuk jenis investasi yang diperbolehkan dalam islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib).Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus.
Padatahun-tahun pertama setelah terusirnya pejajah Belanda dari Indonesia, didirikanlah Yayasan Pusat Bank Indonesia tahun 1945, yang menjadi cikal bakal Bank Indonesia sekaligus memberikan rekomendasi pendirian bank-bank yang ada. Melalui PP No.1, tahun 1946, lahirlah Bank Rakyat Indonesia (BRI).
arxe8P. 5itrtnwiyv.pages.dev/825itrtnwiyv.pages.dev/2605itrtnwiyv.pages.dev/1815itrtnwiyv.pages.dev/1975itrtnwiyv.pages.dev/5415itrtnwiyv.pages.dev/715itrtnwiyv.pages.dev/4605itrtnwiyv.pages.dev/8585itrtnwiyv.pages.dev/4495itrtnwiyv.pages.dev/1225itrtnwiyv.pages.dev/6685itrtnwiyv.pages.dev/1265itrtnwiyv.pages.dev/2745itrtnwiyv.pages.dev/3085itrtnwiyv.pages.dev/318
bank syariah rekomendasi ustadz erwandi